Bila Benih Kerapu Terinfeksi

Bila Benih Kerapu
Terinfeksi


Salam hormat,

Beberapa waktu yang lalu saya mengalami permasalahan, hampir semua benih ikan kerapu macan yang saya pelihara di bak indoor
sejak umur 20 hari mengalami kematian dengan gejala-gejala sbb :
• ikan tidak bergerak normal, ikan yang sehat biasanya pergerakannya aktif berputar
• warna ikan gelap
• sebagian ikan kehilangan kemampuan renang dan keseiimbangannya, kemudian bergerak hanya di dasar bak, dan akhirnya mati dengan tutup insang membuka lebar.


• pertumbuhan terlihat sangat lambat, padahal suhu air sudah saya upayakan >_30°C
• nafsu makan ikan terlihat sangat kurang

Saya sudah mengupayakan untuk mengobati ikan, misalnya dengan elbaju (obat ikan) bahkan dengan OTC (oxytetracycline) tetapi belum menunjukkan hasil yang bagus.
Apakah kira-kira penyakit yang menyerang benih kerapu yang saya pelihara, bagaimana cara mengatasinya ?

Muksin, Lampung

Dalam budidaya ikan atau udang, hal pertama yang harus diperhatikan adalah lingkungan/ media. Jika lingkungan hidup atau media aman dan nyaman bagi ikan, bisa dipastikan ikan akan tumbuh dengan optimal, sebaliknya jika media hidupnya kurang nyaman, ikan akan mudah stres dan berupaya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang buruk.

Selain faktor lingkungan, patogen merupakan laktor yang harus kita perhatikan sebab jika sudah masuk ke dalam lingkungan pemeliharaan ikan, akan mudah sekali menginfeksi ikan terutama pada saat lingkungan memburuk atau jika ikan mengalami stres.

Hampir semua patogen bersifat oportunis, yaitu menyerang pada saat lingkungan memburuk.
Jika dilihat dari gejala, besar kemungkinan benih kerapu yang bapak pelihara terinfeksi suatu penyakit. Tapi diperlukan pemeriksaan dan analisa yang tepat sehingga benar - benar diketahui penyakit yang menginfeksi ikan.

Bapak bisa mengirimkan sampel ikan yang sakit ke balai-balai perikanan untuk memastikan agen penyakit.

Beberapa ilustrasi penyakit yang mungkin menginfeksi diantaranya :
• parasit monogenean, seperti Neobenedenia sp. Biasanya dicirikan dengan turunnya nafsu makan ikan disertai pergerakan yang abnormal. Beberapa menimbulkan 'pop eye' (mata menonjol), biasanya berasosiasi dengan penyakit bakterial. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah merendam dengan air tawar selama 15-30 menit sehingga parasit akan terlepas dari tubuh ikan. Jika terkena air tawar, warna parasit akan berubah dari bening menjadi putih susu sehingga mudah dilihat
dengan mata telanjang.

• Parasit darijenis Oodinium sp, dicirikan dengan timbulnya lapisan seperti bludru (velvet) pada permukaan tubuh ikan, serta warna insang berubah pucat. Ikan biasanya cenderung diam di dasar bak. Infeksi Oodinium lebih sudah diamati pada ikan yang masih berukuran kecil, tetapi biasanya infeksi Oodinium ini menyebabkan kematian yang signifikan. Jika terserang Oodinium. ikan bisa di dipping (celup) dengan larutan formalin 100-200 ppm selama 1 jam dengan aerasi kuat.

• Penyakit bakterial, salah satunya vibriosis. Gejala warna ikan cenderung gelap, jika dibedah gelembung renang membesar (tampak seperti kembung), kadang-kadang disertai luka/borok. Jika terbukti terinfeksi bakteri, antibiotik bisa digunakan dengan dosis tepat sesuai yang dianjurkan. Kepadatan ikan dikurangi dan perbaikan kualitas air.

• Virus VNN, banyak menyerang benih kerapu dengan gejala kehilangan nafsu makan, ikan yang lemah berenang dekat permukaan air. Ikan yang terinfeksi akan banyak berada di dasar bak, dan akhirnya akan mati. Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi virus, kecuali langkah-langkah pencegahan seperti pergantian air yang cukup banyak dan sering, serta penambahan imunostimulan. VNN mudah menular sehingga jika teridentifikasi dan kematian semakin meningkat, disarankan untuk memusnahkan dan melakukan sterilisasi terhadap bak dan alat-alat.
Demikian, semoga bisa memberikan gambaran dan bermanfaat. Selamat berbudidaya.
sumber : TROBOS, 2008

Ice- ice ancam budidaya rumput laut

Ice- ice ancam budidaya rumput laut

Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 90%, bahkan bisa series pada kasus kronis
akan meningkatnya suhu permukaan air laut karena pengaruh global warming pada akhir-akhir ini tak hanya berdampak pada musnahnya ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove, tetapi juga mengancam eksistensi budidaya rumput laut. Khususnya untuk jenis rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.

Prof Jana T Anggadiredja, Deputi
Kepala bidang Teknologi Pengembangan
Sumberdaya Alam, BPPT menjelaskan, meningkatnya suhu permukaan air laut akan mengakibatkan turunnya kandungan nutrisi di suatu perairan. Kondisi tersebut akan memacu munculnya penyakit pada rumput laut yang lazim dikenal dengan sebutan ice-ice.

Jika telah terserang penyakit ini beberapa bagian thalus (batang) rumput laut akan memucat dan timbul bercak putih, yang kemudian meluas pada semua bagian thalus. Setelah itu, thalus membusuk dan akhirnya mati.

"Celakanya, kerusakan tanaman rumput laut akibat serangan penyakit ice-ice ini dapat mencapai 90%, bahkan bisa 100% bila kondisi serangan telah berlangsung lama (kronis)," ujar Jana yang pakar rumput laut ini. Kerugian besar sudah pasti ditanggung oleh pembudidaya.

Mereka pun terpaksa membeli bibit rumput laut yang baru jika ingin memulai kembali usahanya.

Kejamnya serangan penyakit ice-ice ini juga pernah dirasakan oleh Ketut Sriyana, pembudidaya rumput laut jenis kotoni asal Pulau Nusa Lembongan, Bali. "Jika sedang datang musim penyakit ice-ice, dari seribu ris rumput yang ditanam, paling banter diperoleh hasil panen sebanyak 100 kg kering. Bahkan ada juga yang pulang hanya dengan membawa tali ris saja ke darat, karena rumput lautnya sudah habis," ujar Sriyana kepada TROBOS beberapa waktu lalu. Padahal, dalam kondisi normal dari seribu ris rumput laut yang ditanam, para pembudidaya dapat memperoleh hasil panen antara 600-700 kg rumput laut kering.


Menurut Jana, penyakit ice-ice biasanya akan muncul pada saat awal musim kemarau. Meski demikian, dia juga tak menampik, jika pada akhirakhir ini kemunculannya sulit diprediksi. "Masalahnya sekarang ini musim menjadi tidak menentu. Terutama sejak tahun lalu (2007-red)," imbuhnya. Kondisi ini juga diakui oleh Sriyana, "Sepanjang 2007 lalu, kemunculan penyakit ice-ice ini sulit diprediksi." Jana pun menguatkan, sepanjang tahun lalu penyakit ice-ice ini cukup banyak muncul di Indonesia. "Setidaknya itu laporan yangsaya peroleh dari para pembudidaya."

Kondisi perairan, Faktor Penyebab
penyakit ice-ice yang menyerang rumput lautjenis Eucheuma sp murni disebabkan oleh adanya tekanan lingkungan yang ekstrim, terutama karena adanya penurunan nutrisi di perairan secara tiba-tiba. Dan perubahan suhu perairan, salinitas dan pH juga menjadi faktor pemicunya. "Jadi, bukan disebabkan oleh bakteri atau virus.

Kita sudah melakukan penelitian ini sejak lama dan kesimpulan serupa juga diberikan para peneliti dari Filiphina," ujar Jana. Penurunan kandungan nutrisi di perairan akan menyebabkan proses fotosintesa yang dilakukan oleh rumput laut menjadi tak optimal Alhasil, energi yang dihasilkan
pun akan berkurang, sehingga kekuatan tanaman untuk
menghadapi kondisi ring yang kurang bersahabatjuga
akan berkurang.

sumber : trobos,2008

Kepiting cangkang lunak akan menjadi tren budidaya kepiting di masa depan

Kepiting cangkang lunak akan menjadi tren budidaya kepiting di masa depan

seribu satu rintang masih menghadang usaha budidaya kepiting. Tetapi, ini bukan pertanda bisnis kepiting bisnis yang merugi. Sebaliknya, bisnis ini menawarkan berlembar-lembar dolar yang bisa menggemukkan tabungan. Dan usaha budidaya kepiting yang diramal bakal jadi tren masa depan adalah budidaya kepiting soka/lunak (soft shell).

Kepiting soka adalah kepiting yang memiliki cangkang (karapas) lunak. Inilah jawaban atas keengganan sebagian orang mengkonsurnsi kepiting karena harus berjuang mendapatkan daging di bawah kulitnya yang keras. Dengan sedikit perlakuan khusus kulit kepiting bisa dibuat lunak sehingga bisa ikut dimakan.


Permintaan Naik
Usaha ini terbilang masih baru sehingga belum banyak yang menggelutinya. Satu di antara segelintir orang yang mengusahakan kepiting soka adalah Waryoto. Lelaki 45
tahun asal Purwokerto tersebut sejak lebih dari 3 bulan lalu memulai usaha budidaya kepiting soka yang dikerjasamakan dengar pengelola Tambak Pandu Karawang (TPK), Jawa Barat dan seorang pengusaha dari Batam.

Meski baru seumur jagung, namun usaha budidaya kepiting soka Waryoto sudah membuahkan hasil lumayan. Betapa tidak, harga kepiting Waryoto mencapai Rp 60 ribu per kg. Harga ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepiting soka di Sulawesi Selatan yang berada pada kisaran Rp 40 sampai Rp 42 ribu per, kg. "Biaya produksinya juga mahal, sekitar Rp 20
ribu per kg," kata Waryoto yang mengaku menentukan sendiri harga jual kepitingnya.

Walau demikian, kepiting soka Waryoto selalu habis diborong eksportir. Bahkan mereka terus meningkatkan jumlah permintaannya karena kebutuhan untuk ekspor terus naik. Jika di awal usahanya Waryoto mencari-cari pasar, kini justru dia yang diuber pembeli. Permintaan terbanyak datang dari Amerika Serikat dan Jepang yaitu mencapai 3 ton per bulan. "Tapi saya baru bisa memproduksi sekitar 20 sampai 30 kg per hari," ujar Waryoto. Karena hal ini, bapak dua anak ini mengatakan belum berani menandatangani kontrak dengan eksportir. "Lahan dan pasokan belum pasti."


Lebih Menguntungkan

Prinsip budidaya kepiting soka ala Waryoto sangat sederhana. Yakni dari bahan baku kepiting bakau ukuran 10 - 12 (10 sampai 12 ekor per kg) diadaptasikan dulu selama satu hari, kemudian dipotong kedua capitnya. Demikian pula dengan keenam kaki jalannya juga dipotong dan hanya disisakan satu bagian yang dekat dengan kaki renangnya. Sementara kedua kaki renang tetap dibiarkan utuh. Setelah pemotongan itu lalu dipelihara lagi di tambak (kolam tanah) selama 15 hari atau sampai mengalami ganti kulit (molting). Saat molting inilah, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap dipanen. Ukuran kepiting akan bertambah sekitar 2 size.

Fungsi pemotongan capit dan kaki

jalan kepiting adalah untuk membuat stres
kepiting sehingga proses moltingnya juga akan lebih cepat," Waryoto berbagi ilmu. Menurut dia, budidaya kepiting soka jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengar budidaya kepiting biasa di keramba. Tingkat kematiannya paling banter hanya 20%. Sementara budidaya kepiting di keramba mortalitasnya mencapai 40%, Selain itu rasa kepiting soka yang dipanen dari kolam lumpur juga lebih manis dibandingkan dengan kepiting yang dipelihara di keramba.
Kepiting yang dipelihara di keramba, kalau panas tak ada tempat berlindung sehingga mempengaruhi kondisi tubuhnya dan tak jarang berujung pada kematian.

Sedangkan kepiting yang dipelihara di kolam lumpur (tambak) akan masuk dan bersembunyi di dalam lumpur ketika panas. Dia juga akan mengambil nutrisi dari lumpur sehingga rasanya menjadi manis, Dan biaya produksi kepiting soka di tambak 30% lebih irit daripada biaya produksi di keramba. Waryoto mengaku, ia khusus mempelajari teknik produksi kepiting soka ini dari sebuah perusahaan pengolahan

sumber : Trobos, september 2008

Catfish Fillet:

Catfish Fillet:

To change the Fate of - Bapukan" Catfish
By fillet processing, the catfish which is commonly called as "bapukan" and generally is not saleable in the market, now it is able to give a huge profit. This happens to H. Carmin Iswahyudi, one of the farmers and the biggest catfish trader in Losarang - Indramayu. Wet Java.
The catfish market is very specific, mostly only marketed to fulfill the demand of "PECEL LELE" (Chilly Fried Catfish) and "WARUNG TEGAC booths. They usually require the size of catfish between 6-12 /kg. Consequently, the oversize catfish is not saleable. Even so, the price is far below the BEP. "Fillet processing is the perfect solution to all catfish farmers," says Carmin who has been processing "bapukan" catfish into fillet for one year.
AccordinP, to him, the amount of "bapukan" catfish is more than
enough, able to reach 10% in each production cycle. We can imagine how much the total loss has to be burdened by the farmer if the "bapukan" catfish is not saleable. The catfish production at Losarang district is able to achieve 700 tons/month. Equally, at least there is about 70 tons of "bapukan'* catfish which can be processed into fillet form.
source : Trobos, 2008

Cara Pembenihan Ikan Yang Baik ( CPIB )

Yang perlu diperhatikan dalam menerapkan Cara Pembenihan Ikan Yang Baik ( CPIB )

I. Persyaratan Pembenihan Ikan

Lokasi
Mudah dijangkau, tersedia sarana dan prasarana penunjang, bebas banjir, terhindar dari polusi, memiliki sarana pengolahan dan sterilisasi air.

Sumber air
Kualitas air layak untuk kebutuhan hidup dan pertumbuhan ikan, sumber air tersedia sepanjang tahun, bebas dari cemaran pathogen dan bahan kimia.

Tenaga kerja
Berkompeten, berdedikasi tinggi dan jumlah sesuai kebutuhan.

Kelayakan fasilitas
• Bangunan ( kantor, laboratorium, ruang mesin, bangsal panen, gudang pakan dan peralatan )
• Sarana filtrasi, pengendapan dan bak Tandon
• Bak/kolam pemeliharaan induk


II. Prosedur Produksi

Manajemen Induk
Tujuannya untuk menghasilkan benih ikan yang bermutu.

• Pemilihan Induk umur dan ukuran siap pijah sesuai SNI, bebas
penyakit dan tidak cacat, induk unggul, ada kejelasan asal usul induk )

• Karantina Induk ( melakukan pengamatan terhadap kondisi dan kesehatan induk yang berasal dari tempat lain )

• Pemeliharaan induk ( penanganan dan pemeliharaan induk hares sesuai dengan persyaratan teknis )



Manajemen Benih

• Pemeliharaan benih, kualitas air, pakan, pengobatan dan monitoring kesehatan ikan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis.

Manajemen Air
Panen, Pengemasan dan distribusi benih



III. Penerapan Biosecurity

Pengatur tata letak :

*Pengaturan berdasarkan alur produksi
• Pemagaran dan penyekatan
• Penyimpanan
Pengaturan akses masuk ke lokasi

Sterilisasi wadah, peralatan dan ruangan
• Desinfeksi wadah pemeliharaan
• Desinfeksi peralatan dan sarana produksi
• Sterilisasi ruangan produksi

Sanitasi lingkungan Pembenihan

Pengolahan limbah
Pengaturan personil / karyawan
• Pakaian dan perlengkapan kerja


IV. Manajemen personil
Pimpinan unit / ketua kelompok
Pengendali mutu produksi
Pelaksana Produksi
Pelaksana Administrasi
Pelaksana Pemasaran



V. Dokumen dan Rekaman

A Proses pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan informasi

Standar Prosedur Operasional ( SPO ) untuk petunjuk baku tentang operasional proses kerja

Formulir untuk pendataan dan perekaman hasil untuk menunjukan kesesuaian dari proses, produk dan persyaratan CPIB

JENIS -JENIS ALAT TANGKAP RUMPON

JENIS -JENIS ALAT TANGKAP RUMPON

Rumpon merupakan salah satu alat penangkapan yang banyak digunakan oleh nelayan di Jawa Barat. Istilah lain rumpon dikenal dengan nama FAD (Fish Agregation Device) sedangkan fungsi dari rumpon ini untuk memikat ikan agar berkumpul di satu daerah penangkapan.

Penggunaan rumpon tradisional di Indonesia banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Setatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja (1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang, Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan mengapa ikan sering ditemukan disekitar rumpon:

I . Banyak ikan- ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon dimana ikan dan plankton tersebut merupakan sumber makanan bagi ikan besar.

2. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadikan rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.

Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
1. Banyaknya buih - buih atau gelembung udara dipermukaan air.



2. Warna air akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.


4.1.1. Bahan dan Komponen Rumpon
Setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 4.1 di bawah ini. Di Indonesia rumpon masih menggunakan bahan alami seperti daun kelapa, tali plastik yang sudah pasti kekuatannya sangat terbatas.


Tabel 4.1.
Komponen Pokok dan Bahan dari Sebuah Rumpon


1. Float bahannya Bambu, Plastik

2. Tali Tambang (mooring line), bahannya Tali,Wi re, Rantai, Swiwel

3. Pemikat ikat (atractor) bahannya Daun Kelapa, Jaring Bekas

4. Pemberat (bottom sinker) bahannya Batu, Beton



Jenis- jenis Ikan yang Banyak Ditemukan di Sekitar Rumpon

Tidak semua ikan ditemukan disekitar rumpon. Ikan jenis pelagis merupakan ikan dominan yang sering ditemukan didalam rumpon. Dalam Table 4.2., di bawah dapat kita lihat ikan apa saja yang sering berada disekitar rumpon.


4.1.3. Konstruksi Rumpon

Di Jawa Barat konstruksi rumpon masih sederhana sekali, pada umumnya pelampungnya dari bambu dan tali temalinya dari bahan plastik atau rotan, pemberatnya dari batu gunung atau batu karang sedangkan atraktornya menggunakan daun kelapa. Rumpon jenis ini banyak dioperasikan di laut yang dangkal dengan tujuan untuk rnengumpulkan ikan pelagis yang kecil - kecil. Untuk perairan yang mempunyai kedalaman sampai ribuan meter digunakan tali


Tabel 4.2.

jenis-jenis Ikan yang Sering Berasosiasi dengan Rumpon
(Monintia, 1993)

1. Cakatang - Skipjack- (Katsowonus pelamis)
2. Tongkol - Frigate Tuna- (Auxis thazard )
3. Tongkol Pisang-Frigate Tuna- Euthynnus affinis
4. Tenggiri- King Mackeret- Scomberomorus sp
5. Madidihang -Yellow Fin Tuna- Thunnus albacares
6. Tembang -Frigate Sardin - Sardinella firnbriato
7. Japuh Rainbow -Sardin -Dussumeria hosselti


sintetis dan biasanya jenis ikan yang berkumpul di situ adalah ikan layang, tuna dan cakalang.
Di negara maju seperti Jepang dan Philipina rumpon yang dipasang selalu dilengkapi alat penditeksi ikan yang dapat memonitor dari kapal penangkapannya.

Konstruksi berbagai jenis rumpon yang terdapat di perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar 4. 1, antara lain :




Agar kepemilikkan rumpon tidak tertukar atau hilang, maka diberi tanda, misalnya dengan bendera, pelampung, cermin atau tanda lain sesuai keinginan pemiliknya. Gambar 4.21.1 memperlihatkan contoh jenis -jenis tanda yang dipasang dirumpon.

yang Penelitian tentang rumpon terus dilakukan oleh peneliti-peneliti kita. Pada tahun 1999 Arsyad telah melakukan penelitian atraktor rumpon, dia telah mengganti daun kelapa dengan daun lontar dengan asumsi daun lontar jauh lebih tahan dari daun kelapa dan hasilnya sangat berbeda nyata (Gambar 4.3). Rumpon dari daun lontar memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak.

sumber : Dinas Perikanan Propinsi, Jabar, 2008

Jenis -jenis alat Tangkap yang Menggunakan Alat Bantu Cahaya

Jenis -jenis alat Tangkap yang Menggunakan Alat Bantu Cahaya

Berbagai jenis alat tangkap mulai dari yang tradisional sampai alat tangkap modern telah memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu. Jenis-jenis alat tangkap berupa bagan tancap di Perairan Sulawesi Selatan menggunakan lampu strong, kin (pressure lamp) sebagai sumber cahaya. Begitu pula alat tangkap purse seine yang beroperasi pada malam hari tersebar luas di Perairan Indonesia merupakan alat tangkap yang memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu (lihat gambar 3.4), Sedangkan bagaimana cara kerja pressure lamp dapat di lihat pada gambar 3.5.







Begitu pula bagan raksasa yang, sifat mobilenya menggunakan lampu mercury sebagai alat bantu. Di Rusia kita kenal perikanan Kilka, sedangkan di Philipina dikenal perikanan basnig dan di Jepang dikenal dengan perikanan Sanno (pacific saucy) (Ayodhyoa, 1981) semuanya menggunakan alat bantu cahaya.

Dengan demikian, cahaya telah memberikan andil yang besar datam pemanfaatan sumber daya perikanan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknotogi diharapkan dapat membantu pengembangan light fishing ke arah yang lebih maju tagi.

sumber : Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2008

Budidaya Ikan Gurame

1. SEJARAH SINGKAT

Gurame merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih lebar,

bagian punggung berwarna merahsawo dan bagian perut berwarnakekuningkuningan/

keperak-perakan. Ikan gurame merupakan keluarga Anabantidae,

keturunan Helostoma dan bangsa Labyrinthici. Ikan gurami berasal dari

perairan daerah Sunda (Jawa Barat, Indonesia), dan menyebar ke Malaysia,

Thailands, Ceylon dan Australia. Pertumbuhan ikan gurame agak lambat




dibanding ikan air tawar jenis lain.

Di Indonesia, orang Jawa menyebutnya gurami, Gurameh, orang Sumatra ikan

kalau, kala, kalui, sedangkan di Kalimantan disebut Kalui. Orang Inggris

menyebutnya “Giant Gouramy”, karena ukurannya yang besar sampai

mencapai berat 5 kg.

2. SENTRA PERIKANAN

Daerah di Indonesia yang menjadi sentra perikanan yaitu: Sumatera, NTB dan

Jawa. Sedangkan di luar negeri yaitu: Thailand, Jepang dan Filipina.

TTG BUDIDAYA PERIKANAN

3. JENIS

Klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut:

Klas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Labyrinthici

Sub Ordo : Anabantoidae

Famili : Anabantidae

Genus : Osphronemus

Species : Osphronemus goramy (Lacepede)

Jenis gurami yang sudah dikenal masyarakat diantaranya: gurami angsa,

gurami jepun, blausafir, paris, bastar dan porselen. Empat terakhir banyak

dikembangkan di Jawa Barat, khususnya Bogor. Dibanding gurame jenis lain,

porselen lebih unggul dalam menghasilkan telur. Jika induk bastar dalam tiap

sarangnya hanya mampu menghasilkan 2000-3000 butir telur, porselen mampu

10.000 butir. Karena itu masyarakat menyebutnya sebagai top of the pop, dan

paling banyak diunggulkan.

4. MANFAAT

Sebagai sumber penyediaan protein hewani.

5. PERSYARATAN LOKASI

1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,

tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah tersebut dapat

menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat

pematang/dinding kolam.

2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%

untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

3) Ikan gurame dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada

ketinggian 50-400 m dpl.

4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan gurame harus bersih dan dasar kolam

tidak berlumpur, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia

beracun, dan minyak/limbah pabrik.

5) Kolam dengan kedalaman 70-100 cm dan sistem pengairannya yang

mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan

gurame. Untuk pemeliharaan secara tradisional pada kolam khusus, debit air

yang diperkenankan adalah 3 liter/detik, sedangkan untuk pemeliharaan

secara polikultur, debit air yang ideal adalah antara 6-12 liter/detik.

6) Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 6,5-8.

7) Suhu air yang baik berkisar antara 24-28 derajat C.

TTG BUDIDAYA PERIKANAN

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Kolam

Jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan gurame antara

lain:

a. Kolam penyimpanan induk

Kolam ini berfungsi untuk menyimpan induk dalam mempersiapkan

kematangan telur dan memelihara kesehatan induk, kolam berupa kolam

tanah yang luasnya sekitar 10 meter persegi, kedalamam minimal 50 cm

dan kepadatan kolam induk 20 ekor betina dan 10 ekor jantan.

b. Kolam pemijahan

Kolam berupa kolam tanah yang luasnya 200/300 meter persegi dan

kepadatan kolam induk 1 ekor memerlukan 2-10 meter persegi

(tergantung dari sistim pemijahan). Adapun syarat kolam pemijahan

adalah suhu air berkisar antara 24-28 derajat C; kedalaman air 75-100

cm; dasar kolam sebaiknya berpasir. Tempatkan sarana penempel telur

berupa injuk atau ranting-ranting.

c. Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan

Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam

antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi. Lama

pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu,

pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.

d. Kolam pembesaran

Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan

membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam

pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah

penebaran bibit sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.

e. Kolam/tempat pemberokan

Merupakan tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan

Adapun cara pembuatan kolam adalah sebagai berikut:

a. Ukurlah tanah 10 x 10 m (100 m2).

b. Buatlah pematangnya dengan ukuran; bagian atas lebarnya 0,5 m, bagian

bawahnya 1 m dan tingginya 1 m.

c. Pasanglah pipa/bambu besar untuk pemasukan dan pengeluaran air.

Aturlah tinggi rendahnya, agar mudah memasukkan dan mengeluarkan

air.

d. Cangkullah tanah dasar kolam induk agar gembur, lalu diratakan lagi.

Tanah akan jadi lembut setelah diairi, sehingga lobang-lobang tanah akan

tertutup, dan air tidak keluar akibat bocor dari pori-pori itu. Dasar kolam

dibuat miring ke arah pintu keluar air.

TTG BUDIDAYA PERIKANAN

e. Buatlah saluran ditengah-tengah kolam induk, memanjang dari pintu

masuk air ke pintu keluar. Lebar saluran itu 0,5 m dan dalamnya 15 cm.

f. Keringkanlah kolam induk dengan 2 karung pupuk kandang yang

disebarkan merata, kemudian air dimasukkan. Biarkan selama 1 minggu,

agar pupuk hancur dan meresap ke tanah dan membentuk lumut, serta

menguji agar kolam tidask bocor. Tinggi air 0,75-1 m.

2) Peralatan

Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan gurame

diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu

untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember,

baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (Kg),

cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar

kekeruhan.

Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan

gurame antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan

panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat

menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk

mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur

yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara

terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan

penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih),

sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk

menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi),

scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas),

seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk

segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).

6.2. Pembibitan

1) Pemilihan Induk

Ciri-ciri induk ikan gurame yang baik adalah sebagai berikut:

a. Memiliki sifat pertumbuhan yang cepat.

b. Bentuk badan normal (perbandingan panjang dan berat badan ideal).

c. Ukuran kepala relatif kecil

d. Susunan sisik teratur,licin, warna cerah dan mengkilap serta tidakluka.

e. Gerakan normal dan lincah.

f. Bentuk bibir indah sepertipisang, bermulut kecil dan tidak berjanggut.

g. Berumur antara 2-5 tahun.

Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah

sebagai berikut:

a. Betina

- Dahi meninjol.

- Dasar sirip dada terang gelap kehitaman.

- Dagu putih kecoklatan.

- Jika diletakkan pada tempat datar ekor hanya bergerak-gerak.

- Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.

b. Jantan

- Dahi menonjol.

- Dasar sirip dada terang keputihan.

- Dagu kuning.

- Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik.

- Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.

2) Pemeliharaan Induk

Induk-induk terpilih (20-30 ekor untuk kolam seluas 10 m2) disimpan dalam

kolam penyimpanan induk. Beri makanan selama dalam penampungan.

Untuk setiap induk dengan berat antara 2-3 kg diberi makanan daun-daunan

sebanyak 1/3 kg setiap hari pada sore hari. Makanan tambahan berupa

dedak halus yang diseduh air panas diberikan 2 kali seminggu dengan

takaran 1/2 blekminyak tanah setiap kali pemberian.

3) Pembenihan

Bila proses pematangan gonada (kandung telur dan sperma) di kolam

penampungan sudah mencapai puncaknya, induk segera dimasukkan dalam

kolam pemijahan. Adapun cara pemijjahan ikan gurame adalah sebagai

berikut:

a. Kolam dikeringkan terlebih dahulu selama 5 hari, perbaiki tanggul dan

dasar kolam.

b. Lakukan pengapuran dan pemupukan. Pemupukan dasar dengan pupuk

kandang dosis 7,5 kg/100 meter persegi dan biarkan selama 3 hari.

c. Tanami dasar kolam dengan tanaman ganggang buntut anjng

d. Isikan air yang telah dicampur dengan pupuk buatan TSP sebantak 500

gram/100 meter persegi, biarkan selama 1 minggu kemudian isikan air

hingga kedalaman 75 cm.

e. Untuk kolam seluas 100 meter persegi bisa disebar induk sebanyak 30

ekor betina dan 10 ekor jantan. Setelah pemijahan berlangsung, 1-2 hari

induk betina akan melepaskan telur-telurnya ke dalam sarang yang

kemudian disemproti sperma oleh si jantan sehingga terjadi pembuahan

sel telur. 20-30 hari kemudian, induk-induk yang terpelihara baik akan

berpijah lagi dan beberapa hari kemudian telur akan menetas.

4) Pemeliharaan Bibit

Benih-benih yang telah berumur 1-2 bulan sejak menetas dapat dibesarkan

pada kolam pendederan atau disawah sebagai penyelang. Dalam

pelaksanaan pendederan adalah melakukan pengeringan kolam atau sawah,

pemupukan, perbaikan pematang dan pemasangan saringan atau perbaikan

pipa-pipa pada pintu pemasukan atau pengeluaran air.

Setelah persiapan selesai, benih ditebarkan dengan kepadatan 30

ekor/meter persegi dengan ukuran benih 5-10 cm pada kolam pendederan.

Makanan yang dapat diberikan selama pemeliharaan adalah rayap atau

daun-daunan yang telah dilunakkan dengan dosis 20-30% berat badan ratarata.

Makanan tambahan berupa dedak halus yang diseduh air panas

diberikan 1 kali seminggu dengan takaran 1 blek minyak tanah untuk 100

ekor benih. Lamanya pendederan sekitar 1-2 bulan.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran

1) Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun

monokultur.

a) Polikultur

Ikan gurame dipeliharan bersama ikan tawes, ikan mas, nilem, mujair atau

lele. Cara ini lebih menguntungkan karena pertumbuhan ikan gurame

yang cukup lambat.

b) Monokultur

Pada pemeliharaan gurame tersendiri, bibit yang disebar minimal harus

berumur 2 bulan. Penebaran bibit sejumlah 500 ekor (ukuran 10-15 cm)

diperlukan luas kolam sekitar 1500 meter persegi

2) Pemupukan

Pemupukan dapat dilakukan dengan bahan kimia dan pupuk kandang. Pada

umumnya pemupukan hanya dilakukan 1 kali dalam setiap pemeliharaan,

dengan maksud untuk meningkatkan makanan alami bagi hewan peliharaan.

Tahap pertama pemupukan dilakukan pada waktu kolam dikeringkan. Pada

saat ini pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang sebanyak 7,5 kg untuk

tiap 100 m2 kolam, air disisakan sedikit demi sedikit sampai mencapai

ketinggian 10 cm dan dibiarkan selama 3 hari.

Pada tahap berikutnya pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk

buatan seperti TSP atau pupuk Urea sebanyak 500 gram untuk setiap 100

m2 kolam. Pemberian kedua pupuk tersebut ditebarkan merata ke setiap

dasar dan sudut kolam.

3) Pemberian Pakan

Makanan pokok ikan gurame berupa pelet yang dapat diatur gizinya, namun

di daerah yang agak sulit memperoleh pelet, daun-daunan merupakan

alternatif yang sangat baik untuk dijadikan makanan ikan, diantaranya: daun

pepaya, keladi, ketela pohon, genjer, kimpul, kangkung, ubi jalar, ketimun,

labu dan dadap.

Pemberian makanan yang teratur dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi

dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh ikan lebih cepat. Induk-induk

gurame yang sehat dan terjamin makanannya dapat dipijahkan dua kali

setahun berturut-turut selama 5 tahun.

4) Pemeliharaan Kolam/Tambak

Setiap habis panen, kolam dibersihkan/kuras. setelah itu dilakukan

pemupukan agar mempengaruhi kesuburan kolam, sehingga bila benih

disebarkan, kesuburan ikan akan terjamin dan pertumbuhan ikan akan cepat.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

Gangguan yang dapat menyebabkan matinya ikan adalah penyakit yang

disebut penyakit non parasiter dan penyakit yang disebabkan parasit.

Gangguan-gangguan non parasiter bisa berupa pencemaran air seperti adanya

gas-gas beracun berupa asam belerang atau amoniak; kerusakan akibat

penangkapan atau kelainan tubuh karena keturunan. Penanggulangannya

adalah dengan mendeteksi keadaan kolam dan perilaku ikan-ikan tersebut.

Memang diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk

mengetahuinya. ikan-ikan yang sakit biasanya menjadi kurus dan lamban

gerakannya.

Gangguan lain yang berupa penyakit parasiter, yang diakibatkan oleh bakteri,

virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Bila ikan terkena penyakit

yang disebabkan parasit, dapat dikenali sebagai berikut:

1) Penyakit pada kulit; pada bagian-bagian tertentu berwarna merah terutama

di bagian dada, perut dan pangkal sirip.

2) Penyakit pada insang; tutup insang mengembang. Lembaran insang menjadi

pucat, kadang-kadang tampak semburat merah dan kelabu

3) Penyakit pada organ dalam; perut ikan membengkak, sisik berdiri.

Pencegahan timbulnya penyakit ini dapat dilakukan dengan mengangkat ikan

dan melakukan penjemuran kolam beberapa hari agar parasit pada segala

stadium mati. Parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan

pinset.

Pengobatan bagi ikan-ikan yang sudah cukup memprihatikan keadaannya,

dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia diantaranya:

1) Pengobatan dengan Kalium Permanganat (PK)

TTG BUDIDAYA PERIKANAN

a. Sediakan air sumur atau sumber air lainnya yang bersih dalam bak

penampungan sesuai dengan berat ikan yang akan diobati.

b. Buat larutan PK sebanyak 2 gram/10 liter atau 1,5 sdt/100 l air.

c. Rendam ikan yang akan diobati dalam larutan tersebut selama 30-60

menit dengan diawasi terus menerus.

d. Bila belum sembuh betul, pengobatan ulang dapat dilakukan 3 atau 4 hari

kemudian.

2) Pengobatan dengan Neguvon. Ikan direndam pada larutan neguvon dengan

2-3,5% selama 3 mernit. Untuk pembe-rantasan parasit di kolam, bahan

tersebut dilarutkan dalam air hingga konsentrasi 0,1% Neguvon lalu

disiramkan ke dalam kolam yang telah dikeringkan. Biarkan selama 2 hari.

3) Pengobatan dengan garam dapur. Hal ini dilakukan di pedesaan yang sulit

mendapatkan bahan-bahan kimia. Caranya: (1) siapkan wadah yang diisi air

bersih. setiap 100 cc air bersih dicampurkan 1-2 gram (NaCl), diaduk sampai

rata; (2) ikan yang sakit direndam dalam larutan tersebut. Tetapi karena obat

ini berbahaya, lamanya perendaman cukup 5-10 menit saja. (3) Setelah itu

segera ikan dipindahkan ke wadah yang berisi air bersih untuk selanjutnya

dipindahkan kembali ke dalam kolam; (4) pengobatan ulang dapat dilakukan

3-4 hari kemudian dengan cara yang sama.

7.2. Hama

Bagi benih gurame musuh yang paling utama adalah gangguan dari ikan

liar/pemangsa dan beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, gurame dan

sepat. Musuh lainnya adalah biawak, katak, ular dan bermacam-macam burung

pemangsa.

8. PANEN

8.1. Penangkapan

Pemanenan benih dapat dilakukan setelah benih berumur 1 bulan. Caranya

dengan menyurutkan air sedikit demi sedikit sementara saluran air masuk

diperkecil. Pasanglah jaring lembut di pintu pengeluaran untuk menampung

benih atau bisa juga dengan membuat parit di tengah kolam menuju ke lubang

pengeluaran. Bibit yang terawat baik bisa mencapai bobot 0,3 gram/ekor pada

saat dipanen.

Pemanenan hasil pembesaran ikan gurame sangat tersantung dari ukuran yang

diminta konsumen. Umumnya pemanenan dilakukan setelah ikan berumur 2-3

tahun, ikan yang berumur 2 tahun mempunyai panjang sekitar 25 cm dan berat

0,3 kg/ekor, sedangkan untuk ikan yang berumur 3 tahun panjangnya sekitar 35

cm dan berat badan 0,7 kg/ekor. Untuk ikan berumur 4 tahun panjangnya dapat

mencapai 40 cm dan berat 1.5 kg/ekor. Adapun cara penangkapan: air

disurutkan sedikit demi sedikit, penangkapan dilakukan pada pagi hari. Hindari

cara penangkapan yang dapat menyebabkan ikan terluka.

8.2. Pembersihan

Setelah air kolam surut, benih digiring masuk ke petak kecil. Kemudian diserok

dan dimasukkan ke dalam keranjang panen. Biasanya waktu panen tidak hanya

gurame saja yang tertangkap, sehingga sebelum ikan dimasukkan ke kolam

pemberokan, harus diseleksi dan dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan

benih dilakukan selama 1 hari. tujuannya agar ikan tidak mabuk sewaktu

diangkut ke pasar. Lamanya pembersihan disesuaikan dengan besarnya benih.

9. PASCAPANEN

1) Penanganan ikan hidup

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam

keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke

konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat

C.

b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2) Penanganan ikan segar

Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang

perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak

dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan

daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan

seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi

kotak maksimum 50 cm.

3) Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.

Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian

ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es

lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian

juga antara ikan dengan penutup kotak.

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan pascapanen

benih adalah sebagai berikut:

1) Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan

tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong

plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

2) Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan

penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air

sumur yang telah diaerasi semalam.

3) Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.

Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan

aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m

atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat

menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5

cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran

benihnya.

4) Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi

menjadi dua bagian, yaitu:

a. Sistem terbuka

Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak

memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap

keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar

5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

b. Sistem tertutup

Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu

lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media

pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer

Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang

diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam

kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan

kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan

ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga

(air:oksigen=1:2); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik

dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos

yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat

diisi 2 buah kantong plastik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan

adalah sebagai berikut:

1) Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam

10 liter air bersih).

2) Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam

setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik

terjadi perlahan-lahan.

3) Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2

menit.

4) Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan

benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan

dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat

juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin

sebanyak 4% selama 3-5 menit.

5) Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya ikan gurame untuk 6 empang selama 1 bulan di

daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi

a. Sewa lahan 6 empang @ Rp. 80.000,-/bulan Rp. 480.000,-

b. Benih per empang 4000 ekor @Rp 150,- Rp. 3.600.000,-

c. Pakan

- Postal per empang 7 karung @ Rp 10.000,- Rp. 420.000,-

- Rambo per empang 5 karung @ Rp 2.500,- Rp. 75.000,-

d. Obat

- Super tetra per empang 2 tablet @ Rp 1.000,- Rp 12.000,-

e. Tenaga kerja 2 OH @ Rp 20.000,- Rp. 40.000,-

f. Lain-lain (pemeliharaan) Rp. 460.700,-

Jumlah biaya produksi Rp. 5.089.700,-

2) Penerimaan per empang 4000 ekor @ Rp. 400,- Rp. 9.600.000,-

3) Keuntungan Rp. 4.510.300,-

4) Parameter kelayakan usaha

B/C Rasio = 1,89

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Budidaya ikan gurame, mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi.

disamping rasanya yang lezat dan empuk, ikan ini pun digemari banyak orang.

Sudah menjadi tradisi dalam setiap kendurian, ikan gurame selalu menjadi

syarat utama hidangan. Disamping rasanya itu, perawatannya pun tidak terlalu

sulit dan tidak memakan banyak biaya, sehingga banyak petani ikan yang mulai

menggemari, membudidayakan ikan ini, karena harga dari setiap bibitnya yang

murah dapat menghasilkan keuntungan 3 kali lipat dari harga bibit. Harga dari

ikan gurame di pasaran sangat bervariasi tergantung dari bobot ikan tersebut.

Ikan gurame dengan berat 1,5 kg dapat mencapai harga Rp 6.000-Rp 8.000

tergantung keadaan pada saat itu.

TIPS………

Saya ambil dari Trubus. Konon ini berasal dari petani gurami desa Kemranjen, Purwokerto. Kalau dirasakan produksi telur gurami menurun sampai 50%, bahkan yang seharusnya 1500-2000 ekor per sarang (saya mengalami 75 butir persarang), maka pertanda ikan gurami anda perlu makanan ceplok telor bebek. Pertama, dedak dicampur dengan telur bebek sebanyak 2 butir per sarang. Tapi jangan lupa, dedak sekalipun dicampur putih telor bebek plus kuning telor bebek tidak akan menjadi sekeras adonan semen tembok kraton Yogyakarta, yang konon waktu pembuatannya pakai telor (atau malahan para tukang-bangunannya harus punya dua telor). Uups!

Untuk itu, menurut saya sebaiknya dedak diseduh dengan air mendidih supaya mengental, baru setelah dingin di campur dengan 2 telor bebek.

Lalu, anda cari karung plastik bekas penjual sayur membungkus cabe, jadi yang ada bolong-bolongnya. Bentangkan karung plastik di tengah kolam dengan cara menarik ke empat sisinya dengan 4 buah tonggak bambu. Jadi ketika anda meletakkan adonan tadi, sang ikan akan menyedot ramuannya dari bawah karung plastik. Sedroot, sedroot.

Bau amis telur bebek tadi memang merangsang berahi gurami.

Dan menurut saya dan pengalaman beberapa peternak gurami, saat ikan anda bertelur, jangan diberi pelet terlalu banyak. Pelet dibuat untuk menggemukkan ikan, bukan untuk menyehatkan kandungan. Dan ikan INDUKAN lebih suka kalau anda berikan daun Alocasia macrohiza murah, dan mudah didapat

Teknologi Hapa Tingkatkan SR Benih Gurami 96%

Senyum sumringah menghias wajah Akhmad Munajat, peternak gurami di Singasari, Karanglewas, Banyumas. Keuntungan Rp15-juta dari sebuah kolam pembenihan sudah terbayang di depan mata. Gemerincing rupiah itu hadir berkat teknologi hapa. Teknik baru itu terbukti sukses meningkatkan kelulusan hidup (SR) larva umur 7 hari, hingga 80—95%.

Selama ini kematian larva umur 7 hari hingga 50% menjadi momok bagi Munajat. Musababnya kehadiran predator seperti katak, bibis, dan uncit sulit terelakkan. Perubahan suhu juga menjadi gangguan. Belum lagi ketika hujan, gurami-gurami kecil terbawa arus dan hilang. “Dari 5.000 benih, paling banyak 2.000—2.500 ekor selamat,� ujar kelahiran 11 Agustus 1961 itu. Enggan terus-menerus merugi, pensiunan guru Islamic School itu melakukan terobosan: memakai teknologi hapa di kolam pendederan.
Meski tergolong sederhana, teknologi hapa terbukti efektif. Bahan yang diperlukan cuma hapa atau strimin plastik ukuran lubang 1 mm, tali rafi a, batu, eceng gondok, dan media kultur plankton. Total biaya Rp200.000 untuk hapa ukuran 3 m x 5 m yang menampung 5.000 benih.

Efisiensi lahan
Sistem hapa memberi keuntungan lebih lantaran bahan dan alat bisa digunakan berkali-kali. Umur strimin mencapai 5 tahun. Bila setahun dilakukan 6 kali pendederan, berarti selama 5 tahun hapa bisa dipakai 30 kali. Efisiensi lahan pun dapat dilakukan. Dengan teknologi itu, kolam tak perlu dikeringkan layaknya cara konvensional. Satu kolam berfungsi ganda. Seluruh kolam tetap digenangi air; sebagian untuk pendederan dalam hapa, sebagian lagi dimanfaatkan untuk budidaya ikan lain.
Kelebihan lain, teknologi hapa efektif mengisolasi predator. Katak, uncit, dan bibis bakal kesulitan menembus hapa yang berukuran kecil. Alhasil burayak pun aman di dalamnya sehingga panen seragam. “Jumlah makan tak berkurang karena hewan kompetitor tidak ada,� ungkap ketua Kelompok Tani Mina Mandiri itu. Panen di kolam berlangsung singkat karena cukup mengangkat seluruh hapa. Menurut Dr Triyanto, M.Sc., ketua Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, teknologi hapa tergolong terobosan baru. Sistem itu meningkatkan produksi karena menekan tingkat mortalitas larva. “Hewan kompetitor bisa dikurangi sehingga tingkat keberhasilan pendederan gurami meningkat,� ujar Triyanto.

Ancaman air
Menurut Munajat, ide memakai hapa itu muncul setelah ia kerap menggunakan strimin sebagai penampung gurami ukuran konsumsi sebelum dijual. “Agar tak sulit menangkapnya saat pengepul datang,� tutur alumnus Universitas Islam Assyafi ah itu. Kemudahan itu pula yang kemudian dicoba saat pendederan. Akhir 2003, sebuah kolam 200 m2 tepinya dipasang hapa berukuran 3 m x 5 m. Agar posisi hapa kuat, setiap sudut hapa diberi tali yang diikatkan dengan pasak di tepi kolam. “Tidak seluruh hapa terendam air, tapi disisakan setinggi 40—50 cm di permukaan air,� ujar ketua Forum Gurami Banyumas itu. Luasan itu dapat menampung 5.000 benih.
Sebelum benih ditebar, masukkan campuran dedak, tepung ikan, dan kotoran hewan ke dalam hapa. Berselang seminggu daphnia, moina, dan fitoplankton lain bakal membanjiri hapa. “Benih akan tumbuh optimal bila lingkungan sekitarnya banyak pakan alami,� ungkap Triyanto.
Setelah benih ditebar, di atas hapa ditanami eceng gondok sebagai penahan air hujan. Selain itu akar Eichornia crassipes itu berguna sebagai sarang dan tempat bergelantungan burayak. “Hanya saja tanaman air jangan sampai melebihi sepertiga hapa,� tutur Munajat. Itu agar sinar matahari tetap masuk dan sirkulasi cahaya lancar. Sebulan berselang, benih ukuran biji oyong siap dituai. Jumlah panen mencapai 4.500— 4.800 ekor. Artinya tingkat keberhasilan sistem hapa mencapai 96%.
Kelemahan hapa, larva mati bila bila lubang strimin tersumbat lumut. Untuk mengurangi risiko itu, bagian tepi hapa mesti dibersihkan dengan sikat atau cukup di-kucek perlahan dengan kedua tangan seminggu sekali. (Hanni Sofia/)

11. DAFTAR PUSTAKA

1) RUSDI, Taufiq. Usaha budidaya Ikan Gurame. Jakarta : CV. simplek, 1987

2) SITANGGANG, M. Budidaya Gurame. Jakarta : Penerbit Swadaya, 1999

3) ____________. Kumpulan Gurame Kliping Ikan. Jakarta : trubus, 1997

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;

Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Editor : Kemal Prihatman


Sumber : http://sutanmuda.wordpress.com/2007/10/22/budidaya-ikan-gurame/



FISH Nila Nirwana

FISH Nila Nirwana
(Management and Selection Process)

Nila fish in West Java is the introduction of fish that come from the first time in Taiwan. 1969 (Hardjamulia & Djajadireja 1977).

1975
Nila shipped. Hybrid (mix of T. nilotica and T. mossambica) from Taiwan. Nila. Appear in red. 1981
introduced from the Philippines. Then in the year 1988 - 1989 Parent Stock shipped Nila Chitralada from Thailand, but not developed.

Nila GIFT fish is a new variety of fish species that Nila was developed by ICLARAM in the Philippines. Nila GIFT fish is introduced from the Philippines. 1995 - 1997. On. 2002 BPBI Wanayasa obtain family Nila Fish GET (Genetically Enhanched of Tilapia). GET Nila fish are introduced from the Philippines by the Fisheries Office at West Java Province through the BFAR (Bureau of Fisheries and Aquatic Research).

Since first shipped, since it also. Nila Fish cultivation. started. Nila Fish capability in adapting to new environment makes this easy fish spread and become excellent in the cultivation of water, especially fresh water.

Nila is the distribution of fish very quickly supported the new kecepat reproduce the development of the fish is not controlled. Negative impact is that many occur in the cross (inbreeding), which result in decreased genetic quality of fish, will cause further decline in the performance of the fish is good growth, resistance to disease, and the ability to adapt to environmental changes.

To decrease the genetic quality of fish is Nila, Ariyanto (2004) states there any steps that can be implemented is implementing the program with the objective end pemuliaan get lkan parent Nila winner. Excellence is expected to be inherited in the offspring, resulting in superior seed (high quality). One such alternative program improvement in the parent program is through superior selection arrest (Selective breeding).


FISH Nirwana Nila (Nila Wanayasa Ras)

Efforts that lead to the selective Fish penangkaran Nila has been started by the Central Development Fish seed (BPBI) West Java Province is located in the Wanayasa to collect 18 Nila Fish family. GIFT generation-6 and 24 family Nila Fish GET from the Philippines. Then in 2003, BPBI Wanayasa do with the cooperation. fisheries experts from the Expert Team Tilapia Broodstock Center, to prepare and implement management and program selection Nila Fish with the aim to maintain or even improve its quality.


Source of genetic selection is a GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia) and GET (Genetically Enhanched Tilapia). Currently in production during the period of three (3) years, have gained BPBI Wanayasa genus (Great Grand Parent Stock / GGPS), which is named Nila Fish Nirwana. (Nila. Ras Wanayasa) that, the provision and dissemination supervised by the government.

Activities undertaken in the selection of seed Fish Center (BPBI) Wanayasa, Purwakarta Regency, West Java Province. Implementation of kin selection to begin on sunday 3-month in July 2003 and still held up with at this time.


IMPLEMENTATION PROCEDURES RESULTS selection and reached

Penangkaran selective program that is implemented family selection "(Figure 1), refer to the SPO Nila Fish pemuliaan issued by the Center for Parent National Fish Nila (PPIIN) 2004 in accordance with the modified field conditions.




Phases of activity for each generation is done with the work as follows:

1. Setting up of a number of families who have a collection;

2. Up condition Nila Fish are to be to be able to memijah simultaneously;

3. breeding as many as five (5) Up to attach their salty relatives of the new crossing;

4. Observed periodically to mark the pair-pair memijah

5. Pair of fish seed from each family that memijah on the same day and merged taken randomly of 500 chickens kept for further;

6. maintenance is done on fish seed hapa measuring 5 x 2 x 1.5 M3 in swimming can be distinguished between the male and female in Morfologis (age 4 months);

7. Fish groups and male groups Nila Nila Fish Betina be pondered and measured (standard length, height and body length of the head) one by one.;



8. Later. elected female head 10 largest and 10 largest male tails than and Tagging and recording is done

9. Each family kept a selection of separately between male and female breeding until ready to form the next generation.

Up to now in operation during the period of three (3) years, three generations have been obtained Master (F1, F2 and F3). With the details of the number of families, as follows:
• F1 produce 33 families;
• F2 produce 34 families;
• F3 produce 44 families;


Develop and PRODUCTION PLAN
A. Development Plan.
Resume activities until the selection process. can produce lnduk Nila Nirwana the next generation.

B. Production Plan.
Reproduce and distribute. derivative Induk Nila Nirwana to farmers / UPR.

5. THE RESULTS HAVE BEEN OBTAINED
Fish Penjenis (GGPS) from Fish Nirwana Nila (Nila Ras Wanayasa) will be achieved in the generation-3 or about 3 years since the beginning of 2004. During the process, the fish are kept in controlled, sufficient feed and a low density so that the characteristics genetik caan tereksploitasi.

Periodically the fish are in the process of selection is monitored and morphology morfometriknya. Genetic Gain of each generation. comparison with the measured rate and population control (Figure 2).

Fish will then be present or Nirwana Nila Nila Wanayasa Ras-1, Wanayasa-2 dstnya which is the genetic improvement of the previous generation.

Program arrest selective Nila Fish Wanayasa this is done entirely by staff BPBI-skilled staff with the assistance of the expert "Tilapia Broodstock Center".


source: Fisheries Department of West Java, 2008

Pangasius hypothalmus

Jambal Siam (Pangasius hypothalmus) or with the trade name Siammese Shark comes from the waters of Indonesia such as Sumatra and west Kalimantan, and Southeast Asia such as Thailand and Malaysia. Omnivora fish that are quite like this karnivora water temperature 27-30 ° C with a pH of 6,5-7,0 and 8 ° DH.


Size can reach 75 cm or with a weight about 8 kg. Black body and white bellies. There is also a type of albino-colored form, such as shark's body movements and very frisky. Siam Jambal this there are many species with a difference that is not too light.


Mother can start breeding secelah the age of 2.5 years with a weight of about 2.5 kg. Usually, production of eggs from the mother of a lot of 2.5 kg, approximately 70,000 grains. Then the parent has a greater number of the more eggs. The breeding is done by injection or artificial hormones hipofisa. Artificial hormone level is quite high, about 0.9 ml / kg parent given twice, the first and the second 0.3 ml 0.6 ml. While the degree of female hipofisa for 4 doses given twice, the first dose of 1.5 and 2.5 second dose.





needle on the male just as much as once dose 2.
Needle treatment, the eggs, incubation, and treatment flyblow fish is almost the same as the breeding Jelawat. Only difference lies in the form of a mother feeding snail meat or chopped fish rucah because it does karnivora.





Feed to maintain the good quality eggs. While flyblow jambal Siam can be artemia began swimming at the larger size.
Vessel enlargement seed can be a pond or dam. Feed seed pelet form. Seed ditebar the zoom for this size of about 5 cm. However, the size of Siam as jambal selling ornamental fish about 2-5 cm.



source: Darti S.L and D. Iwan PenebarSwadaya, 2006

beberapa jenis lampu yang digunakan untuk menangkap ikan



sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008

Prinsip Tertariknya Ikan Pada Cahaya

Prinsip Tertariknya Ikan Pada Cahaya

Menurut Ayodhyoa (1981), tertariknya ikan pada cahaya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
• Tertarik secara langsung oleh cahaya contohnya Ikan Sardinella Kembung dan Layang.

• Tertarik secara tidak tangsung : Jika ada cahaya, maka plankton, ikan-ikan kecil dan sebagainya akan berkumpul dengan tujuan "Feeding", seperti Ikan Tenggiri, Cendro dll.


Letak Cahaya

Dilihat dari letak cahaya maka kita dapat membedakan antara lampu yang diletakan di atas permukaan air (Surface lamp) dan lampu yang yang diletakan di dalam air (Under water lamp) dengan perbedaan sebagai berikut :

Lampu Yang Diletakan Diatas Permukaan Air:

■ Memerlukan waktu yang lama untuk mengajak ikan berkumpul;

• Kurang efisien dalam penggunaanya, hal ini dikarenakan sebagian cahaya diserap oleh udara, terpantul oleh gelombang yang berubah-ubah, kemudian diserap oleh air sebelum sampai ke kedalaman tertentu;

■ Waktu yang diperlukan oleh ikan untuk naik kepermukaan
lebih lama dan saat ikan menuju ke cahaya ada kemungkinan
ikan berenang kemana-mana (berserakan), sehingga sulit untuk menangkapnya;

• Ikan sukar berada dalam gerakan tenang karena lampu dikapal bergerak akibat gerakan gelombang dengan demikian gelombang intensitas cahaya berubah - ubah.


lampu Yang Diletakan Di dalam air :

Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan lebih sedikit, karena didekatkan dengan gerombolan ikan;

■ Penggunaan cahaya lebih efisien karena tidak ada penyerapan dan pemantulan;

▪ Ikan menghampiri cahaya dengan tenang karena tidak ada gelombang sehingga ikan yang ditangkap pun dalam keadaan tenang;

• Ikan yang telah berkumpul disekitar cahaya tidak akan berserakan lagi.


Persyaratan dalam menggunakan cahaya

Persyaratan Lingkungan
Persyaratan lingkungan yang harus diperhatikan terutama pada malam hari, haruslah gelap. Hal ini berhubungan dengan fase bulan, yaitu bulan terang, dan bulan gelap. Jadi cahaya hanya dapat digunakan saat bulan gelap dan malam hari, tidak dapat digunakan pada Siang hari. Persyaratan lainnya adalah air harus hening atau tidak terlalu keruh dan gelombang tidak terlalu besar.


Persyaratan penangkapan.

Selain lingkungan ada persyaratan lain agar hasil tangkapan maksimal, yaitu :

Cahaya harus mampu menarik perhatian ikan dari jarak jauh baik secara vertical maupun horizontal;

Ikan harus digiring kecahaya yang berada diareal penangkapan;

Menjaga ketenangan ikan selama berada didaerah penangkapan, sehingga ikan tidak berusaha melarikan diri.


Berbagai jenis lampu digunakan oleh nelayan pada light fishing. Mulai dari yang sederhana sampai yang lebih modern. Di Indonesia, nelayan tradisional menggunakan lampu strongkin

sumber : dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008

ALAT BANTU PADA PENANGKAPAN IKAN

ALAT BANTU PADA PENANGKAPAN IKAN

Mesin
Mesin yang digunakan untuk menggerakan kapal penangkapan. Mesin ini juga menentukan berapa besar kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, satuannya adalah GT. Kita mengenal dua jenis mesin yaitu mesin untuk menggerakan kapal dan mesin untuk mengoperasikan alat.


Palka merupakan tempat untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Ukurannya bermacam macam, tergantung dari kebutuhan dan besarnya kapal. Bahan dasarnya ada yang dari kayu,
yang ada juga yang dari fiber.

es batu
Es diperlukan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan. Ada yang berbentuk balokan ada juga yang berbentuk curah.


Garam yang digunakan adalah garam kasar. Ada yang menyebutnya garam ikan ada juga yang menyebutnya garam pindang, namun garam ini jarang digunakan karena akan merubah tekstur dan rasa dari ikan.


Pelampung

Pelampung yang sering kita temukan dikapal penangkapan ada dua macam, yaitu pelampung untuk jaring tangkap dapat juga untuk tanda awal penebaran jaring ; yang kedua pelampung untuk penumpang/ nelayan. Pelampung untuk penumpang/nelayan ada yang berbentuk bulat seperti ban mobil, lonjong seperti botol, kotak kotak dan ada juga yang model rompi.


Pemberat

Pemberat diperlukan untuk untuk menenggelamkan alat penangkapan seperti pancing dan jaring, ada juga yang digunakan untuk menancapkan jangkar. Bahan pemberat hampir seluruhnya terbuat dari bahan logam namun ada juga yang terbuat dari semen/batu.


umpan

umpan yang dipasang dialat penangkapan gunanya untuk menarik ikan agar datang mendekati alat dengan kata lain umpan merupakan jebakan bagi ikan, Jumlah umpan yang dibutuhkan tergantung kebutuhan, jenis alat tangkap dan jenis ikan yang ditangkap. Ada umpan buatan, ada umpan hidup dan ada juga umpan palsu.



Cahaya Dilihat dari sumbernya cahaya ada dua, yang berasal dari listrik/batere atau yang langsung dari matahari. Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan (matanya) dan rangsangan melalui otak (Lineal region pada otak). Dengan demikian ikan yang tertarik pada
cahaya hanya ikan-ikan fototaxis yaitu ikan jenis pelagis dan sedikit ikan demersal dan sebaliknya ikan yang tidak menyenangi cahaya disebut ikan fotophobi.


Ada beberapa alasan mengapa ikan tertarik pada cahaya, diantaranya :


Penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk tertarik pada satu sumber cahaya. Ada ikan yang tertarik pada intensitas cahaya yang rendah, ada yang tertarik pada intensitas yang, tinggi dan ada juga yang menyukai intensitas tinggi dan rendah. Ikan mempunyai kemampuan melihat cahaya dalam kegelapan.

sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008

ornamental fish: Dwarf Gouramy (Colisa lalia)

Dwarf Gouramy


Dwarf Gouramy (Colisa lalia) is a beautiful fish that come from India. Maximum body size of about 7 cm. Are omnivora. For the maintenance of optimal temperature between 26-28 ° C, pH 6,5-7,0; violence and 6-9 ° DH.


Interesting male blue indigo with a red line on the bottom or stomach. If it will flourish, in the stomach there are red lines diagonal. Red fin and back fin with the other orange dots blue. While female bright yellow fin and more rounded.

breeding how the fish are almost the same as the other fish sepat just need a lair foam plant water, float to stick. Male and female parent can be mixed and can spawn en masse comparison with 1: 1. Eggs are light so that male is not difficult to enter nest.


Female should be taken after flourish, while the male is taken when larva can already swim.
Eggs will hatch within a day and swim free at the age of one week. Larva feed infusoria can be given after swimming or out of the nest. Two or three days later, flyblow water bug can be filtered and further large water bug. For adult fish can be pelet or silk worms.



This will be a fish parent after the age of about six months. Size selling after reaching 2.5 cm or the age of four months.


source: Darti S.L and D. Iwan PenebarSwadaya, 2006

KLASIFIKASI TEKNIK PENANGKAPAN IKAN

KLASIFIKASI TEKNIK PENANGKAPAN IKAN

Banyak alat tangkap yang digunakan untuk penangkap ikan di laut mulai dari yang sederhana sampai yang rumit pengoperasianya. Kemiripan bentuk juga kadang mempersulit kita untuk membedakan alat tersebut, namun jika kita lihat dari teknik penangkapannya maka dengan mudah kita menggunakannya.


Beberapa ahli telah membagi teknik penangkapan dengan melihat beberapa prinsip yang dipakai. Ada yang melihatnya dari titik pandang, tujuan dan kondisi perairan namun ada pula yang melihatnya dari keaktifan alatnya.


Klasifikasi Menurut Kamakichi Kishinouye

Kamakichi membagi teknik penangkapan ke dalam 10 (sepuluh) teknik , yaitu :

• Memaksa ikan dengan suatu kecepatan untuk memasuki daerah dimana alat tangkap beroperasi dengan menghadang air dari arah kiri dan kanan;

• Menghadang arah ikan renang (biasanya untuk jaring insang hanyut);

• Menyesatkan ikan kearah alat penangkap dengan cara menggiring ikan;

• Memudahkan ikan untuk masuk ke dalam alat penangkapan namun mempersulit jalan keluarnya (misalnya bubu);

• Menggarit (untuk kerang kerangan);

• Menjerat (misalnya jaring);

• Mengait (misalnya pancing);

• Mencemarkan lingkungan hidup ikan (ikan menjadi mabuk dan muda ditangkap);

• Membelit (misalnya jaring);

• Menjepit Lalu menangkapnya.


Klasifikasi Menurut Miyamoto Hideaki

Miyamoto membagi teknik penangkapan ke dalam 13 (tiga betas ) jenis :

• Menjerat atau membelit (jenis gillnet);

• Mengangkat keatas setelah ikan berada diatas alat;

• Menyungkup dari atas (jala);

• Melingkari (purse seine);

• Menyerok dari bawah (tangguk);

• Menyerok secara horizontal (trawl);

• Menusuk talu menangkap (tombak);

• Mengait (pancing);

• Menghadang dengan paksa;

• Menghadang dan mengarahkan ikan kealat penangkapan (sero);

• Mengundang untuk masuk alat namun mempersutit keluar (bubu);

• Menggaruk atau mengais (untuk yang terbenam dipasir);

• Menjepit latu memutir (untuk jenis kerang).


Klasifikasi Menurut Von Brandt

Von membagi klasifikasi penangkapan ikan menjadi 16 (enambelas), yaitu :

• Harvesting machines : Semua jenis alat penangkapan yang pengoperasiannya dengan mesin;

• Tangle nets : Penangkapan dengan menggunakan jaring seperti jaring klitik;

• Gill net : Semua jenis jaring insang;

• Penangkapan langsung tanpa menggunakan alat;

• Menggunakan atat untuk melukai seperti tombak;

• Menangkap dengan cara memabukan ikan seperti penggunakan bahan kimia portas;

• Menangkap dengan menggunakan pancing;

• Menangkap dengan menggunakan perangkap (bubu);

• Menangkap dengan menggunakan perangkap terapung (untuk menangkap ikan yang sedang melompat);

• Bagnets (menggunakan scope);

• Menangkap dengan cara menarik alat seperti jenis trawl;

• Seine nets (alat yang menggunakan sayap);

• Surrounding, nets (melingkarkan alat ke gerombolan ikan);

• Drive in nets (jaring yang ditarik dengan tangan);

• Lift nets (jaring angkat);

• Falling gear (Jaring yang ditempar dari atas kebawah (Jaring ta gear (Jaring lempar).

sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008

In the original eutroph lakes have characteristics as follows

In the original eutroph lakes have characteristics as follows:

• relatively shallow depth

• the beach in a relatively wide

•-There are many plants litoral


• are usually located on the lake where a flat, located in the mountains

• water green until green yellow color is caused by growth - growth in the lake water

• low water clarity

• N and P content higher

• not a lot of humus

• most rich in calcium

• Oxygen content difference between summer and winter is on the big termoklin

• Oxygen in the hypolimnion uterus is poor or there is no

• occur in the summer because of a reduction in Oxygen animal plankton

• on the lake in which, the spread of Oxygen in the lake, with the lake oligotroph

• there is a lot of detritus derived from the plankton

• basic mud lake, rich in organic materials that are currently experiencing autochtone decomposition

• the process of decomposition in the lake are usually strong Lumpur

• there are lots of phyto-plankton, often bloom

• Chlorophyceae few, Schizophyceae and Diatomae many, besides Chrysomonad and peridinium

source: H. Masyamsir, Ir, MS

Istilah Yang Biasa Ditemukan Dalam Penangkapan Ikan

Istilah Yang Biasa Ditemukan Dalam Penangkapan Ikan

Kapal Semua perahu, dengan nama apapun juga, kecuali jika ditentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal itu dianggap meliputi segala alat pertengkapannya (UU Hukum Dagang, pasal 309).

Kapal Laut Biasa - Alat pengangkutan yang digunakan di laut (UU Hukum Dagang , pasal 310).

Kapal Niaga Setiap kapal yang digerakan secara mekanis yang digunakan untuk pengangkutan barang/manusia dengan pungutan biaya (Soekardono, 1981).

Pelabuhan Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang dilengkapi dengan fasilitas dan/atau pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.


Pelabuhan Pasang Pelabuhan baru dapat dipergunakan dalam waktu air pasang dan kapal dapat memasuki perairan tersebut dengan aman sebaliknya pada waktu air pasang turun tidak berfungsi lagi.

Pelabuhan buatan : Pelabuhan yang dibuat atas campur tangan manusia dan dapat dilakukan dengan menggali atau memperdalam perairan pelabuhan tersebut , contohnya pelabuhan Tanjung Priok - Jakarta dan Tanjung, Perak - Surabaya.


Pelabuhan Alam Pelabuhan yang dibentuk oleh alam tanpa campur tangan manusia sedikipun, contohnya petabuhan Makasar dan pelabuhan Ambon.

Pelabuhan Terbuka Pelabuhan laut yang ditunjuk oteh peraturan perundang - undangan pelayaran, perdagangan luar negeri artinya merupakan pelabuhan Samudera yaitu pelabuhan dimana kapal negara asing diperbolehkan masuk dan berlabuh serta melakukan bongkar muat lengkap dengan fasilitas-fasititas peralatan kepelabuhan kapal berbendera asing tanpa izin tertentu bebas masuk pelabuhan laut baik yang berfungsi sebagai kapal pembawa barang import maupun eksport dan kapal pesiar.


Dermaga (Jembatan Pendarat) - Tempat dimana kapal dapat bebas bersandar serta melakukan bongkar muat barang termasuk hewan dan manusia dengan tenang dan aman.

Pengusaha Kapal Seorang yang mengusahakan kapal untuk pelayaran dilaut dan mengemudikannya sendiri atau oleh orang lain yang biasa disebut nakhoda.

Nakhoda Seorang tenaga kerja yang telah menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran sebagai nakhoda, yang memenuhi syarat dan tercantum dalam Sijil Anak Buah Kapal sebagai nakhoda ditandai dengan mutasi dari perusahaan dan pencantuman namanya dalam Surat Laut.

• Nakhoda Sebagai Pemimpin Kapal Semua yang ada diatas kapal seperti ABK , penumpang dan pemilik kapalpun harus tunduk pada nakhoda selama pelayaran. ABK yang akan turun ke darat saat kapal berlabuh harus meminta izin pada nakhoda.

Nakhoda Sebagai Jaksa,. Nakhoda harus bisa mengatasi masalah, menanggulangi, menahan, mengamankan dan mengusut perkara yang dituangkan dalam Berita Acara.

• Nakhoda Sebagai Pegawai Catatan Sipil Nakhoda harus mencatat orang yang melahirkan, meninggal maupun menikah diatas kapal dengan disaksikan oleh dua orang saksi.

Nakhoda sebagai Notaris : Nakhoda dapat diminta untuk menjadi notaries dalam pembuatan surat warisan yang ditandatangani oleh akhli waris dan disaksikan oleh dua orang saksi.

anak buah kapal Semua orang yang berada dan bekerja dikapal kecuali nakhoda, baik sebagai perwira bawahan (kelasi) yang tercantum dalam Sijil Anak Buah Kapal.

Fishing Suatu usuha penangkapan ikan / pengumpulan ikan dan jenis - jenis akuatik yang mempunyai nilai ekonomis.


Fishing Day Waktu (jumlah hari) yang digunakan untuk satu operasi penangkapan.

Fishing operation Operasi penangkapan ikan.

Trip Duration : Waktu yang digunakan dari mulai load sampai unload, termasuk lama waktu pelayaran dari danke fishing ground.

Actual Fishing Day Jumlah hari dimana usaha penangkapan betul-betul dilakukan, tidak termasuk hunting day (pelayaran menemukan fishing ground yang baru).

Fishing Trip Jumlah pelayaran untuk tujuan penangkapan dalam satu satuan waktu (bulan, tahun) sering disingkat Trip/Month, Trip/Year.

Fishing Technique Teknik yang digunakan untuk penangkapan seperti teknik mengemudi kapal, membuat dan mengoperasikan kapal.


Fishing Methods Cara yang digunakan untuk menangkap ikan.

Fishing Gears - Alat yang digunakan untuk menangkap ikan.

Fishing, Boat : Kapal yang digunakan untuk menangkap ikan.

fishing Tactics Cara pengoperasian jaring dan cara untuk memanfaatkan kebiasaan ikan bergerombol.

Bulk Fishing Alat tangkap yang mampu menangkap ikan dalam jumlah besar.

Fishing Ground Perairan tempat melakukan penangkapan ikan.

Fishing Port Pelabuhan tempat merapatnya kapal penangkapan.

catcable area Tempat dimana ikan dapat ditangkap.

sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008

TEKNIK PRODUKSI INDUK JANTAN YY IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Oleh:

Sofi Hanif

T. Yuniati, dan

Didi Junaedi

TEKNIK PRODUKSI INDUK JANTAN YY IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

Oleh :

Sofi Hanif, T. Yuniati, dan Didi Junaedi

Abstract

Penerapan teknologi Nila Jantan YY ditujukan untuk menyediakan induk nila yang dapat memproduksi benih tunggal kelamin janan secara genetis menjadi alternatif yang penting untuk mengantikan teknologi pengarahan kelamin menggunakan hormon.

Teknologi Induk Jantan YY di adopsi untuk membuat teknik produksi induk yang dapat menghasilkan benih tunggal kelamin jantan. Metodologinya memerlukan enam rangkaian proses kegiatan yang bertahap mulai dari tahap feminisasi pertama, verifikasi hasil feminisasi (Progeny Test I) dan feminisasi tahap kedua, verifikasi jantan berkromosom YY (Progeny test II) dan verifikasi betina berkromosom YY (Progeny Test III). Dua tahap terakhir adalah perbanyakan dan produksi massal induk jantan YY. Tahap Feminisasi pertama, dilakukan oleh Prof. Komar Sumatadinata dan Dr. Ratu Siti Aliah, menghasilkan induk ikan nila betina yang diduga memiliki kromosom XY yang kemudian dipelihara di BBPBAT Sukabumi sebagai implementasi kerjasama antara Dirjen Perikanan Budidaya dengan BPPT.




Verifikasi betina XY dilakukan dengan mengawinkan induk betina hasil feminisasi dengan jantan normal dan anakannya akan menetukan induk tersebut XY atau XX, tergantung nisbah kelamin (sex ratio) jantan yang dihasilkan dari identifikasi kelamin secara visual setelah berukuran dewasa. Turunan betina XY sebagian di-feminisasi kembali dan sebagian tidak di-feminisasi. Verifikasi kedua dilakukan terhadap anakan jantan turunan induk betina XY dan menghasilkan induk jantan YY. Verifikasi tahap ketiga dilakukan terhadap turunan betina XY yang di-feminisasi dan menghasilkan betina YY.

Perbanyakan dilakukan dengan memijahkan induk jantan YY dengan induk betina YY yang tidak sekerabat. Anakan hasil perbanyakan sebagian difeminisasi untuk menghasilkan induk betina YY. Induk hasil perbanyakan terdiri dari betina YY ukuran rataan 96 sampai 130 gram per ekor dan YY jantan ukuran 12-130 gram. Pada bulan Juni 2006 telah dilakukan uji produksi masal Jantan YY dengan mengawinkan Betina YY dengan Jantan YY yang tidak satu keturunan. Anakannya masih berupa benih ukuran rataan 2-3 cm.

1. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penggunaan benih ikan nila jantan dalam proses pembesaran merupakan pilihan pembudidaya dalam rangka peningkatan produksi melalui sistem pembesaran tunggal kelamin jantan, karena secara genetis ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dari pada ikan betina (Contreras-Sanchez et al. 2001). Sistem pembesaran tunggal kelamin jantan lebih menguntungkan secara ekonomis, karena selain mempercepat masa pemeliharaan, juga dapat menghasilkan ukuran ikan yang besar dan seragam. Hal ini karena selama masa pemeliharaan dapat mencegah terjadinya pemijahan liar.

Benih jantan nila pada umumnya dapat diproduksi secara komersial dengan teknik pengarahan kelamin (sex reversal) menggunakan hormon Methyl Testosteron (Green et al., 1997; Abucay and Mair, 1997; Gale et al., 1999). Jenis hormon pada umumnya menggunakan hormon 17 α Methyl Testosteron (MT). Teknik secara oral banyak dipraktekan lebih luas dan komersial karena lebih praktis, mudah dilakukan dan secara signifikan dapat menghasilkan benih 100% jantan (Popma and Green, 1991).

Walaupun penggunaan hormon dalam produksi benih nila telah digunakan secara komersial, namun demikian ada kekhawatiran tentang dampak negatif terhadap hormone yang mempengaruhi keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Pada saat ini umumnya konsumen ikan menghendaki agar ikan yang dikonsumsinya diperoleh dari hasil produksi yang terbebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Sehingga apabila usaha budidaya ikan dalam proses produksinya menggunakan bahan hormon (hormone base aquaculture) maka produk budidaya tersebut akan sangat rawan terhadap propaganda negatif pasar. Disamping itu berdasarkan penelitian, telah ada bukti bahwa penggunaan hormon dapat mengakibatkan hasil yang paradoxial menjadi betina, terutama bila pemakaian dosis yang berlebihan atau waktu pemberian yang terlalu lama (Rinchard et al., 1999 dan Papoulias et al., 2000).

Nila Jantan Supermale adalah istilah yang diberikan kepada induk nila jantan yang memiliki kromosom homogamet YY. Sistem kromosom ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah homogamet XX untuk betina dan heterogamet XY untuk jantan (Mair et al. 1991; Trombka and Avtalion 1993). Beberapa peneliti memprakarsai untuk membuat kreasi unik membuat individu jantan yang homogamet YY. Kreasi ini mengacu kepada hipotesis bahwa individu betina yang berkromosom XX disilangkan dengan individu jantan yang berkromosom YY akan menghasilkan keturunan yang mempunyai kromosom XY. Diantaranya Yang et al. 1980; Varadaraj and Pandian 1989 melakukan uji coba pada ikan Mujaer (O. mossambicus), sedangkan Mair 1988; Baroiller and Jalabert 1989; Scott et al. 1989 melakukan uji coba pada Ikan Nila (O. niloticus). Mair et al. (1997) merekomendasikan untuk menerapkan teknologi YY supermale dalam usaha budidaya ikan nila secara komersial.

Benih keturunan jantan YY dapat disebut sebagai benih nila jantan genetic = NJG (Genetic Male Tilapia = “GMT”) berbeda dari benih jantan hasil sex reversal ( Sex-reversed Male Tilapia=SMT). Menurut Mair et al. (1997), hasil evaluasi secara menyeluruh dalam suatu uji coba sekala lapang pada lahan usaha budidaya menunjukan bahwa benih GMT telah lebih menguntungkan secara significan meningkatkan produksi lebih dari 58% dibandingkan usaha budidaya ynag menggunakan benih nila campuran. Produksi benih nila GMT juga secara konsinten lebih tinggi dari pada produksi benih nila hasil sex reversal, karena keistimewaan lain dari nila GMT ini adalah ukuran panen yang lebih seragam, sintasan yang tinggi, dan FCR paling baik (Mair et al., 1997). Keunggulan comparatif penting pada penerapan teknologi YY-supermale dalam system produksi benih monosex jantan adalah merupakan technology yang berbasis ramah lingkungan environmentally friendly tilapia monosex production (Mair et al., 1997).

Penerapan teknologi YY-supermale di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar merupakan implementasi kerja sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Institut Pertanian Bogor dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pelaksanaan penerapan teknologi di BBPBAT dimulai sejak penyerahan populasi ikan betina hasil feminisasi dari oleh Prof. Komar Sumantadinata dan Dr Ratu Siti Aliah sebagai bahan untuk menghasilkan populasi induk betina XY. Selanjutnya di BBPBAT mulai dilakukan Progeny test I pada tahun 2002 untuk memverifikasi Induk Betina berkromosom XY dan sekaligus membuat populasi betina dan jantan yang mengandung individu berkromosom YY.

1.
1. Tujuan

Penerapan teknologi YY-Supermale untuk menghasil teknik produksi induk nila yang yang bermutu yang dapat memproduksi benih tunggal kelamin jantan

1. BAHAN DAN METODA

1.
1. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari: Induk nila betina hasil feminisasi I, pakan induk, pakan benih, pakan larva, hormone 17 β Estradiol, Alkohol, aceto-carmine. Sedangkan alat-alat yang digunakan terdiri dari hapa dan waring ukuran (2×1x1) m3; ukuran (2×2x1) m3; ukuran (4×2x1) m3; dan ukuran (5×4x1) m3, akuarium, Aerator Hi-Blow, Water heater, tagging, mikroskop, disecting set, dan timbangan, dan alat-alat perikanan.

1.
1. Metoda

Metodologi yang digunakan mencakup feminisasi, progeny test, dan pemijahan, dan gonad-squash. Progeny test atau uji keturunan adalah teknik verifikasi berdasarkan keturunan hasil pemijahan ikan uji. Progeny test I bertujuan untuk memverifikasi induk betina XY hasil feminiasi. Progeny test II bertujuan utnuk memverifikasi induk jantan YY hasil turunan dari betina XY. Progeny test III bertujuan untuk memverifikasi induk betina YY turunan betina XY yang difeminisasi. Pada prosedur progeny test, individu induk diidentifikasi berdasarkan nisbah kelamin turunannya. Progeny test I menghasilkan induk betina XY, progeny test II induk jantan YY dan progeny test III menghasilkan induk betina YY.

Progeny test I dilakukan dengan mengawinkan satu persatu induk betina hasil feminisasi dengan jantan normal, kemudian keturunannya dipelihara sampai dewasa kelamin. Berdasarkan identifikasi kelamin secara visual, maka nisbah kelamin ditentukan pada masing-masing populasi. Bila jumlah jantan 75% maka induk populasi anakan tersebut merupakan individu betina XY. Pada saat proses progeny test I, anakan setiap individu induk yang dipijahkan dibagi menjadi dua sub populasi. Satu sub populasi di-feminisasi untuk membuat populasi betina YY, sedangkan satu sub populasi lagi dipelihara secara normal untuk verifikasi dan bahan populasi induk jantan YY .

Progeny test II dilakukan dengan mengawinkan satu persatu individu induk jantan turunan induk betina XY dengan betina normal. Anakannya dipelihara sampai usia dua sampai tiga bulan atau kira-kira ukuran 12 cm untuk diperiksa kelaminnya dengan cara menngidentifikasi gonadnya menggunakan mikroskop dan pewarnaan aceto-carmine atau Gonad squash (Guerrero. 1974). Verifikasi induk jantan YY ditentukan oleh hasil identifikasi gonad keturunannya, yakni bila turunannya terdiri dari 90% jantan maka induk jantan tersebut dikaragorikan sebagai induk jantan YY. Progeny test III dilakukan hanya pada keturunan induk induk betina hasil feminisasi turunan betina XY yang sudaranya sudah dikategorikan sebagai induk jantan YY, caranya dengan mengawinkan secara masal dengan induk jantan normal, kemudian turunan dari masing-masing induk betina dipelihara secara terpisah, terakhir dibesarkan selama dua sampai tiga bulan sampai ukuran benih mencapai 12 cm untuk diperiksa kelaminnya dengan cara mengidentifikasi gonadnya sebagaimana pada progeny test II. Apabila hasil identifikasi gonad, jumlah jantan lebih dari 90% maka induk betina tersebut digolongkan sebagai individu betina YY.

Tata cara progeny test mencakup:

* Proses Pematangan Gonad dan Pemijahan
1. Proses Pendederan
2. Proses Pemeriksaan gonad

Dua minggu sebelum pemijahan dilakukan pematangan gonad terlebih dahulu terhadap induk betina dan jantan pada bak yang terpisah. Pematangan induk jantan dilaksanakan di dalam bak bulat berdiameter 3 m dengan kedalaman air sekitar 0,75 – 1,0 m dan induk betina di bak persegi empat ukuran 0,5 x 3,0 m2. Perkawinan dilaksanakan secara berpasangan dilakukan dalam bak tembok ukuran 1 x 2 m2 dalam ruangan tertutup. Selama proses pematangan diberi pakan sebanyak 3% per hari berupa pellet, dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali per hari.

Pada saat akan dilakukan pemijahan, induk betina yang telah diseleksi dan diperkirakan telah matang gonad dimasukkan kedalam bak pemijahan, sebanyak 3 ekor per bak, seminggu kemudian satu ekor induk jantan dan diamati apakah menyerang dan melukai induk-induk betina atau tidak, bila menyerang maka induk jantan tersebut diangkat kembali untuk dikembalikan ke bak pematangan kemudian digantikan dengan jantan yang lain. Bila tidak ada lagi penyerangan maka pasangan induk tersebut dibiarkan untuk melakukan proses pememijahan secara alami. Selama proses pemijahan dilakukan pengontrolan setiap hari sekali bersamaan dengan pemberian pakan tiga kali per hari. Induk betina yang memijah memperlihatkan tanda-tanda yang khas yang bisa diamati. Ikan nila termasuk ikan yang mengerami telur dan mengasuh anak-anaknya dalam mulut. Induk betina yang telah memijah di dalam mulutnya terdapat telur sehingga keadaannya selalu mengatup, dan bagian bawah mulutnya membesar. Disamping itu warna tubuh induk betina yang sedang mengerami telur mudah dibedakan dengan yang lainya, bisanya warna tubuhnya memudar, dan garis-garis strip vertikal sepanjang tubuh berwarna hitam sangat konras dengan warna-dasar tubuhnya yang pucat keabu-abuan. Proses pengeraman telur sekitar 3 – 5 hari sampai menjadi larva bisa berenang aktif.

Proses pemanenan larva dilakukan sebelum masing-masing induk betina melepaskan larva dari proses pengeramannya, pada hari ketiga atau keempat. Dari tiga ekor cukup diambil satu induk betina yang memijah, kemudian larvanya dikeluarkan dari dalam mulut untuk selanjutnya dipelihara sementara di dalam aquarium sampai bisa berenang secara aktif (swiming up fry). Masing-masing induk jantan yang telah memijah dan menghasilkan larva lebih dari 100 ekor diberi tanda dengan memberi Tagging (Gambar 3) kemudian dimasukkan kedalam bak pemeliharaan yang terkontrol berupa bak tembok bulat berdiameter 3 m dan tinggi air 0,75 – 1,0 m (Gambar 2). Sedangkan larva yang telah dapat berenang aktif dimasukkan ke dalam hapa ukuran 2 x 2 m2 yang dipasang di kolam untuk proses pendederan sampai berukuran 8 - 12 cm guna pemeriksaan gonad (Gambar 1).

Berbeda dengan pemijahan pada progeny test II, pada progeny test III pemijahan dilakukan secara masal dengan perbandingan induk 1 jantan : 3 betina. Sebagaimana halnya pada progeny test II, sebelum pemijahan atau perkawinan dimulai dua minggu sebelumnya masing-masing induk dimatangan-gonadkan terlebih dahulu secara terpisah dari induk betina dan jantan di dalam bak. Pematangan induk betina dilakukan di dalam bak persegi empat berdimensi 1 x 5 x 1,5 m3 dengan kedalaman air sekitar 1,0 – 1,3 m dengan salah satu dinding berupa kaca. Sedangkan pematangan induk jantan di dalam hapa di kolam. Perkawinan dilaksanakan secara massal dilakukan dalam bak tempat pematangan induk betina. Selama proses pematangan diberi pakan sebanyak 3% per hari berupa pellet, dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali per hari.

Pada saat akan dilakukan pemijahan, induk jantan yang telah diseleksi dan diperkirakan telah matang gonad dimasukkan kedalam bak pemijahan, sebanyak 3 ekor per bak dan dibiarkan untuk melakukan proses pemijahan secara alami. Selama proses pemijahan dilakukan pengontrolan setiap hari sekali bersamaan dengan pemberian pakan tiga kali per hari. Induk betina yang memijah memperlihatkan tanda-tanda yang khas yang bisa diamati. Ikan nila termasuk ikan yang mengerami telur dan mengasuh anak-anaknya dalam mulut. Induk betina yang telah memijah di dalam mulutnya terdapat telur sehingga keadaannya mudah dikenali. Disamping itu dari warna tubuh induk betina yang sedang mengerami telur mudah dibedakan dengan yang lainya, bisanya warna tubuhnya memudar, dan garis-garis strip vertikal sepanjang tubuh berwarna hitam sangat konras dengan warna-dasar tubuhnya yang pucat keabu-abuan, hal ini hanya dapat diamati bila media airnya jernih. Proses pengeraman telur sekitar 3 – 5 hari sampai menjadi larva bisa berenang aktif.

Proses pemanenan larva dilakukan sebelum masing-masing induk betina melepaskan larva dari proses pengeramannya, pada hari ketiga atau keempat. Dari induk betina yang memijah, kemudian larvanya dikeluarkan dari dalam mulut untuk selanjutnya dipelihara sementara di dalam aquarium sampai bisa berenang secara aktif (swiming up fry). Sedangkan induk betina yang telah memijah dan menghasilkan larva lebih dari 100 ekor diberi tagging (Gambar 3 dan 4) kemudian dimasukkan kedalam bak pemeliharaan yang terkontrol berupa bak persegi berdimensi sama dengan bak pemijahan. Sedangkan larva yang telah dapat berenang aktif dimasukkan ke dalam hapa ukuran 2 x 2 m2 yang dipasang di kolam untuk proses pendederan sampai berukuran 8 - 12 cm guna pemeriksaan gonad (Gambar 1).

Feminisasi tahap II

Feminisasi tahap II pada proses progeny test I ditujukan untuk membuat populasi betina YY. Larva berukuran 0,9 – 13 mm berasal dari hasil pemijahan masing-masing induk betina hasil feminisasi pertama secara individual. Hormone 17 β Estradiol sebanyak 100 mg pakan dilarutkan dengan 10 ml alkohol 90%, lalu diencerkan dengan 300 ml alkohol 70%. Setelah diaduk rata selanjutnya dicampurkan kepada 1,0 kg pellet tepung menggunakan sprayer sambil diaduk-aduk supaya tercampur merata. Pakan yang telah bercampur larutan hormon diangin-anginkan hingga bau alkohol tidak menyengat, sebelum dimasukan kedalam kantong plastik berwarna gelap. Pakan berhormon dalam plastik disimpan dalam lemari pendingin untuk jangka waktu paling lama satu bulan. Selanjutnya pakan berhormon diberikan kepada larva yang dipelihara dalam aquarium selama 30 hari dengan kepadatan 100 ekor larva per aquarium. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50% bobot biomasa dengan frekuensi pemberian 5 kali per hari. Benih hasil pemeliharan didalam akuarium selanjutnya dibesarkan di dalam hapa dan bak tembok sampai ukuran matang kelamin.

1.
1. Pemasangan Tagging

Penandaan ikan yang telah dipijahkan dilakukan dengan pemasangan Visual Tag (Gambar 3) dengan cara ditempelkan pada bagian belakang sirip punggung menggunakan tali nylon yang ditusukkan kedalam otot 3 sisik ke arah bawah. Sedangkan induk ikan yang telah teridentifikasi sebagai individu YY ditandai dengan Microchip Implant Tag (Gambar 4) yang ditanam kedalam otot ikan pada sisik ketiga di bawah sirip punggung bagian depan.

1. Perbanyakan induk YY

Perbanyakan induk YY ditujukan untuk melipatgandakan populasi induk jantan YY dan induk betina YY. Cara yang dilakukan adalah dengan mengawinkan induk jantan YY dengan induk betina YY hasil verifikasi. Agar tidak terjadi kawin sekerabat, maka induk jantan YY berbeda kerabat dengan induk betina YY.

Proses perbanyakan meliputi pematangan induk YY, pemijahan, feminisasi, pendederan, dan pembesaran. Proses pematangan dan pemijahan dilakukan dalam bak tembok bulat (Gambar 2). Induk jantan YY dan betina YY yang dipergunakan berasal dari kerabat yang berbeda untuk menghindari pengaruh inbreeding. Panen pemijahan berlangsung selama 15 hari dengan cara pemungutan telur yang sedang dierami oleh betina. Penetasan dilakukan didalam media air yang suhunya dipertahankan pada 28oC dalam aquarium ukuran (40×30x30) cm3 selama 3-4 hari. Populasi larva yang telah menetas dibagi menjadi dua sub populasi. Satu sub populasi dipelihara terpisah dalam aquarium sistem resirkulasi dengan perlakuan feminisasi untuk memperbanyak induk betina YY. Sedangkan sub populasi lainnya dipelihara secara normal dalam akuarium ukuran yang sama tetapi bukan pada sistem resirkulasi. Pemeliharaan larva dalam akuarium sampai ukuran 3 – 5 cm, setelah itu dipindahkan kedalam hapa dan bak tembok untuk proses pendederan dan pembesaran sampai ukuran dewasa. Hasil pendederan ikan pada kedua sub populasi disortir berdasarkan ukuran dan dipelihara secara terpisah sampai ukuran dewasa > 100 gram.

1.
1. Uji produksi massal

Produksi masal ditujukan untuk menghasilkan calon induk jantan YY dalam jumlah besar untuk tujuan distribusi. Produksi masal membutuhkan induk betina YY dan jantan YY dalam jumlah banyak yang bukan satu keturunan. Proses produksi masal mliputi, pematangan induk, pemijahan, dan pendederan. Pematangan dilakukan di dalam hapa di kolam, pemijahan dilakukan di kolam tanah, pendederan I dilakukan di aquarium, pendederan II dan III dilakukan di hapa waring.

1.
1. Waktu dan tempat

Progeni test I dilakukan mulai bulan Desember 2002 sampai Agustus 2003, progeny test II dilakukan pada bulan September 2003 sampai Agustus 2004 dan Progeny Test III September 2004 sampai Agustus 2005. Perbanyakan mulai dilakukan sejak bulan Sepetember 2005 sampai Desember 2006. Dan uji coba produksi masal dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2006. Kegiatan Feminisasi tahap I dilaksanakan di IPB, sedangkan kegiatan Progeni test I sampai III, Feminisasi tahap II dan III, perbanyakan dan ujicoba produksi masal dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

1. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.
1. Progeny Test I

Pada ulan Juni 2002 diterima calon induk ikan nila hasil feminisasi dari Prof. Komar Sumantadinata sebanyak 59 ekor, kemudian dipelihara di BBPBAT Sukabumi sampai ukuran induk. Pada awal bulan Desember ukurannya sudah menjadi induk tetapi jumlahnya berkurang menjadi 47 ekor.

Hasil pemijahan pada progeny test I hanya 41 ekor yang memijah dan menghasilkan keturunan. Anakan pada setiap individu induk yang dipijahkan dibagi menjadi dua sub populasi satu sub populasi sebanyak 100-600 ekor larva di-feminisasi untuk membuat populasi betina YY, sedangkan satu sub populasi lagi masing-masing sebanyak 87-800 ekor larva dipelihara secara normal didalam hapa sebagai bahan untuk membuat populasi jantan YY .

Hasil benih pembesaran pada progeny test I digunakan untuk verifikasi masing-masing induk betina hasil feminisasi pertama. Berdasarkan hasil identifikasi kelamin secara visual pada turunan hasil progeny test tersebut diperoleh nisbah kelamin. Nisbah kelamin jantan yang mencapai atau mendekati 70% hanya diperoleh pada turunan 5 ekor induk dari total induk yang diprogeny sebanyak 41 ekor.

Proses progeny test I ini membutuhkan waktu yang lama, karen harus memelihara dari ukuran larva sampai ukuran matang kelamin, yaitu ukuran > 50 gram per ekor. Ikan jantan turunan 5 induk XY tersebut selanjutnya dipelihara sampai matang gonad dan disiapkan untuk diverifikasi pada tahap progeny test II untuk mengidentifikasi jnatan YY.

1.
1. Progeny test II

Pada proses pemijahan progeny test II jumlah induk jantan yang diduga mengandung individu Jantan YY sebanyak 52 ekor yang meliputi 39 ekor dari populasi induk dengan kode 2.14; dan 4 ekor dari populasi induk dengan kode 2.13; serta 14 ekor populasi dengan kode 2.6. Jumlah populasi larva yang telah dihasilkan dari masing-masing populasi induk 2.14 sebesar 35.889 ekor dengan rataan hasil larva sekitar 816 ekor per individu induk jantan, dari populasi 2.13 sebesar 838 ekor dengan rataan sebesar 210 ekor per individu induk jantan, dan dari populasi 2.6 sebesar 12.108 ekor dengan rataan 865 ekor per individu induk jantan.

Adapun jumlah induk betina yang digunakan berasal dari satu populasi induk betina normal yang terdiri dari 160 ekor. Namun demikian jumlah induk betina yang mati pada waktu pemijahan mencapai lebih dari 50% ekor.

Pada proses pendederan ini telah dihasilkan dua populasi benih keturunan dari individu masing-masing populasi yang dipelihara didalam hapa di kolam. Populasi benih pertama yang telah dipanen untuk diperiksa gonadnya sebanyak 10.276 ekor dari penebaran larva sebanyak 24.949

Populasi benih pertama ini sebagian besar berasal dari turunan 38 ekor individu jantan populasi induk dengan kode 2.14; dari turunan 14 ekor individu jantan populasi induk dengan kode 2.6; dan dari turunan 4 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.13. Sisanya berupa ppuasi benih kedua masih dalam proses pemeliharaan didalam hapa menunggu proses pemeriksaan gonad yang diperkirakan sebanyak 5000 ekor dari penebaran larva sebanyak 12000 ekor. Populasi benih kedua masing-masing berasal dari turunan 13 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.14 dan dari turunan 2 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.6.

1.
1. Progeny test III

Pada proses pemijahan progeny test III jumlah induk betina yang diduga mengandung individu YY sebanyak dua populasi, yaitu dari populasi 2.6 dan populasi 2.13. Masing-masing terdiri dari 12 ekor dan 13 ekor yang di progeny test.

Jumlah larva yang telah dihasilkan dari masing-masing populasi populasi 2.6 sebesar 8.359 ekor dengan rataan hasil larva sekitar 816 ekor per individu induk jantan, dari populasi 2.13 sebesar 17.237 ekor.

Pada proses pendederan untuk progeny test III dihasilkan dua populasi benih yang dipelihara didalam hapa di kolam. Populasi benih pertama yang telah dipanen untuk diperiksa gonadnya sebanyak 2.876 ekor dari penebaran larva sebanyak 6.208

Populasi benih pertama ini hanya berasal dari turunan 9 ekor individu betina populasi 2.6. Sisanya berupa 16 populasi benih kedua, masih dalam proses pemeliharaan didalam hapa menunggu proses pemeriksaan gonad yang diperkirakan sebanyak 9000 ekor dari penebaran larva sebanyak 19.388 ekor. Populasi benih kedua masing-masing berasal dari turunan 3 ekor individu betina dari populasi induk dengan kode 2.6 dan dari turunan 14 ekor individu betina dari populasi induk dengan kode 2.13.

1.
1. Pemeriksaan gonad progeny test II

Berdasarkan hasil pemeriksaan gonad terhadap benih keturunan populasi benih keturunan 52 individu jantan dari kelompok populasi 2.14; 2.13; dan 2.6, pada progeny test II telah menghasilkan 14 individu jantan YY yang masing-masing terdiri dari 12 ekor berasal dari populasi induk jantan 2.14 dan 2 ekor berasal dari dari populasi induk jantan 2.6.

Pemeriksaan gonad menghasilkan data berupa nisbah kelamin jantan dan betina. Nisbah kelamin turunan Jantan YY berkisar antara 90 – 100% atau dengan rataan sebesar 97,09% ± 3,58. Sedangkan nisbah kelamin jantan normal yang berkromosom XY berkisar antara 40 – 88% dengan rataan 66,08 ± 15,38. Walaupun secara genetis benih keturunan jantan YY terdiri dari 100% jantan, tetapi karena terjadi pembiasan genetik, maka menurut Sumantadinata 2004 (kompri), benih turunan induk jantan YY mempunyai proporsi jantan antara 90 – 100%.

Nisbah kelamin yang bias dari 100% jantan sebagaimana yang diperkirakan oleh hipotesa, dan hanya menghasilkan monosek jantan 97,09% ± 3,58. Penomena yang sama juga juga sesuai dengan hasil penelitian Mair et al. (1991a) yang mendapatkan hanya satu betina dalam turunan salah satu dari empat jantan YY yang diuji progeny. Tetapi Scott et al. (1989), tidak medapatkan betina samasekali dari 285 ekor turunan dari satu ekor individu jantan YY yang disilangkan dengan 10 ekor betina. Hal yang sama juga diperoleh Varadaraj and Pandian (1989) dalam hasil penelitiannya yang tidak menemukan individu betina diantara keturunan betina ‘YY’ females ikan Mujaer O. mossambicus. Pengamatan dalam uji progeny populasi jantan dengan jumlah indidu yang banyak dapat menghasilkan keturunan jantan hasil progeny test lebih dari 95% (Mair et al. 1997). Sebenarnya tidak ada kecendrungan yang jelas dalam kejadian penyimpangan sex ratios yang ditunjukkan oleh adanya segregasi atau pemisahan dari satu autosomal sex yang memodifikasi locus, ini sebagai sebuah dalil saja untuk ikan nila (Hussain et al. 1994) dan Mair et al. 1991b telah membuktikan pada jenis O. aureus.

1.
1. Pemeriksaan Gonad pada progeny test III

Berdasarkan hasil pemeriksaan gonad terhadap benih keturunan populasi benih keturunan 8 individu betina dari kelompok populasi 2.6, pada progeny test III baru menghasilkan 1 ekor individu betina YY dan 2 ekor individu betina XY yang semuanya berasal dari populasi induk betina 2.6.

Pemeriksaan gonad menghasilkan data berupa nisbah kelamin jantan dan betina. Nisbah kelamin turunan betina YY sebesar 98%. Sedangkan nisbah kelamin betina yang berkromosom XY sebesar 71% dan 87%. Seperti halnya pada hasil turunan jantan YY, pembiasan nisbah kelamin dari 100% jantan sebagaimana hipotesa disebabkan karena oleh adanya segregasi atau pemisahan dari satu autosomal sex yang memodifikasi locus sebagaimana halnya telah dialami oleh penelitian sebelumnya.

Individu XY yang diperoleh dapat digunakan untuk menghasilkan kembali individu YY dengan cara disilangkan kembali dengan Jantan YY yang telah dihasilkan. Berdasarkan hypotesa hasil persilangan tersebut akan menghasilkan 100% benih jantan yang terdiri dari 25% jantan yang berkromosom XY dan 75% jantan berkromosom YY. Melalui satu tahap progeny test akan diperoleh individu jantan YY.

1.
1. Perbanyakan induk YY

Keterbatasan jumlah individu YY yang dihasilkan baik induk jantan maupun betina mememrlukan tahap perbanyakan sebelum melakukan produksi massal. Perbanyakan telah dilakukan dengan memijahkan induk jantan hasil progeny test II dengan induk betina YY hasil progeny test III. Sejak bulan Oktober 2005 sampai Mei 2006 telah dilakukan 6 kali pemijahan. Hasil pemijahan I dan II telah dihasilkan induk jantan YY sebanyak 490 dan 768 ekor, masing-masing berukuran antara 150 – 200 gram, dan induk betina YY sebanyak 17 dan 110 ekor, masing-masing berukuran 100 – 150 gram. Pada jantan YY hasil perbanyakan ditemukan individu pseudomale, yaitu individu betina yang alat kelaminnya jantan, masing-masing sebesar 24,36 % dan 28,57%. Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan pada saat pemeliharaan larva. Kisaran suhu air media pemeliharaan larva yang lebih rendah dari normal, berkisar antara 22 – 23oC, yang mempengaruhi differensiasi sex larva, sehingga terjadi pengarahan kelamin menjadi betina. Temperatur air media pemeliharaan akan mempengaruhi proses biokimia, seperti aktivitas aromatase dan sistesis estradiol (Crews dan Bergeson, 1994; dan Crews 1996). Sekresi estradiol pada ikan mas dapat mencapai 20 kali lipat pada kisaran temperatur rendah (Maning dan Kime 1984). Pada ikan nila peningkatan temperatur dapat menurunkan kandungan estradiol (Kitano et al. 1999).

Perbanyakan selanjutnya tahap III sampai VI telah menghasilkan benih ukuran 12 + 1,8 cm sebanyak 700 ekor, ukuran 3,0 + 0,8 cm sebanyak 2000 ekor, dan ukuran 4,0 + 100 ekor, yang masing-masing dipelihara di dalam bak dan hapa.

1.
1. Uji produksi masal

Induk jantan YY dan induk betina YY yang berbeda generasi dipijahkan secara alami dengan perbandingan 70 ekor jantan dan 90 ekor betina. Pemijahan baru dilaksanakan satu kali dan telah menghasilkan benih berukuran 2-3 cm. Benih tersebut saat ini dipelihara dalam unit resirkulasi dan suhu air dipertahankan pada level 26oC. Benih yang dihasilkan berasal dari hasil penetasan telur yang dipanen dari induk betina yang sedang mengeram. Jumlah induk yang memijah mencapai 32% dari total populasi betina yang dipijahkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1.
1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa:

* Progeny test I untuk verifikasi terhadap populasi betina hasil feminisasi hanya menghasilkan lima ekor induk betina XY.
* Progeny test II untuk verifikasi jantan YY baru dilakukan terhadap 52 ekor individu jantan dari dua kelompok populasi jantan turunan betina XY dan menghasilkan 17 induk jantan YY.
* Progeny test III untuk verifikasi betina YY telah dilakukan terhadap 25 ekor individu induk betina dari dua kelompok populasi betina hasil feminisasi tahap dua turunan betina XY dan menghasilkan 3 ekor induk betina YY.
* Verifikasi induk YY berdasarkan hasil sex ratio anakan yang masing-masing sebesar 97,09 + 3,58% jantan turunan jantan YY dan 98 % jantan untuk turunan betina YY.melalui pemeriksaan jaringan gonad.
* Perbanyakan induk YY telah dilaksanakan dengan 6 kali pemijahan dan telah menghasilkan 1158 ekor jantan YY dan 127 ekor betina YY. Disamping itu ada Pseudomale sebanyak 24,36 % dan 28,57%.
* Uji coba produksi masal baru dilakukan pada 70 ekor jantan YY dan 90 ekor betina YY hasil perbanyakan dan turunannya masih berupa benih jantan YY ukuran 2-3 cm.

1.
1. Saran-saran

* Perlu dilakukan uji coba produksi benih GMT turunan induk jantan YY hasil perbanyakan yang dipasangkan dengan induk betina dari berbagai strain untuk mengetahui efektivitas Induk Jantan YY
* Produksi jantan YY dapat didistribusikan sebagai induk pada saat ukuran benih.
* Sebagai pasangan induk jantan YY perlu dibuat metoda untuk memproduksi benih monosek betina.

1. DAFTAR PUSTAKA

* Abucay, J. S. and Mair, G. C.. In press. Methods of identifying males with YY genotype in Oreochromis niloticus L. In: Proceedings of the Second AADCP International Workshop on Genetics in Aquaculture and Fisheries Management, Phuket, Thailand, Nov. 7-11, 1994.

* Alvendia-Casauay, A. and Carino, V. S. 1988. Gonadal sex differentiation in Oreochromisniloticus. In: ICLARM Conference Proceedings, 15: The Second International Symposium on Tilapia in Aquaculture. Edited by R. S. V. Pullin, T. Bhukaswan , K.Tonguthai, and J. L. Maclean. Department of Fisheries, Thailand and International Center for Living Aquatic Resources Management, Bangkok, Thailand and Manila, Philippines. pp. 121-124.

*
Baroiller, J-F., and Jalabert, B. 1989. Contribution of research in reproductive physiology to the culture of tilapias. Aquat. Living Resour. 2: 105-116.

Crews, D. 1996. Temperature-dependent sex determination: the interplay of steroid hormones and temperature. Zool. Sci. 13: 1 – 13.

*
Crews, D. and J.M. Bergeron. 1994. Role of reductase and aromatase in sex determination in the red-eared slider (Trachemys scripta), a turtle with temperature-dependent sex determination. J. Endocrinol. 143: 279–289.

* Feist, G., C.G. Yeoh, M.S. Fitzpatrick and C.B. Schreck. 1995. The production of functional sex-reversed male rainbow trout with 17α-μετηψλτεστοστερονε ανδ 11b-hydroXYandrostenedione. Aquaculture 131:145–152.

* Fitzpatrick, M.S. and C. Schreck. 1999. Masculinization of tilapia by immersion in trenbolone acetate, pp. 10–13. In Pond Dynamics/Aquaculture Collaborative Research Support Program Ninth Work Plan. Pond Dynamics/Aquaculture CRSP, Oregon State University, Corvallis, Oregon.

* Gale, W.L., M.S. Fitzpatrick, M. Lucero, W.M. Contreras-Sánchez and C.B. Schreck. 1999. Masculinization of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) by immersion in androgens. Aquaculture 178: 349–357.

* Guerrero III, R. D. and Shelton, W. L. 1974. An aceto-carmine squash method of sexing juvenile fishes. Prog. Fish Cult. 36: 56.

* Hussain, M. G., McAndrew, B. J., Penman, D. J. and Sodsuk, P. 1994. Estimate genecentromere recombination frequencies in gynogenetic diploids of Oreochromis niloticus (L.) using allozymes, skin colour and a putative sex-determination locus (SDL-2). In: Genetics and Evolution of Aquatic Organisms. Edited by A. R. Beaumont. Chapman and Hall, London, UK. pp. 502-508.

* Kitano, T., Takamune, K., Kobayashi, T., Nagahama, Y., Abe, S.-I., 1999. Suppression of P450 aromatase gene expression in sex-reversed males produced by rearing genetically female larvae at a high water temperature during a period of sex differentiation in the Japanese flounder (Paralichthys olivaceus). J. Mol. Endocr. 23, 167-176.

* Mair, G.C., Abucay, J.S., Skibinski, D.O.F., Abella, T.A., Beardmore, J.A. 1997 Genetic manipulation of sex ratio for the large scale production of all-male tilapia Oreochromis niloticus L. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 54(2): 396-404.

* Mair, G. C., Abucay, J. S., Beardmore, J. A., and Skibinski, D. O. F. 1995. Growth

* performance trials of genetically male tilapia (GMT) derived from ‘YY’ males in Oreochromis niloticus L.: On-station comparisons with mixed sex and sex reversed male populations. Aquaculture 137: 313-322.

* Mair, G. C., Scott, A., Penman, D. J., Beardmore, J. A., and Skibinski, D. O .F. 1991. Sex determination in the genus Oreochromis I: Sex reversal, gynogenesis, and triploidy in O. niloticus L. Theor. Appl. Genet. 82: 144-152.

* Mair, G. C., Scott, A., Penman, D. J., Skibinski, D. O .F., and Beardmore, J. A.. 1991b. Sex determination in the genus Oreochromis II: Sex reversal, hybridisation, gynogenesis and triploidy in O. aureus Steindachner. Theor. Appl. Genet. 82: 153-160.

* Piferrer, F. and E.M. Donaldson. 1989. Gonad differentiation in coho salmon, Oncorhynchus kisutch, after a single treatment with androgen or estrogen at different stages during ontogenesis. Aquaculture 77: 251–262.

* Scott, A. G., Penman, D. J., Beardmore, J. A., and Skibinski, D .O .F. 1989. The ‘YY’supermale in Oreochromis niloticus (L.) and its potential in aquaculture. Aquaculture 78: 237-251.

* Trombka, D., and Avtalion, R.R. 1993. Sex determination in tilapia - a review. The Israeli Journal of Aquaculture-Bamidgeh 45: 26-37.

* Varadaraj, K., and Pandian, T. J. 1989. First report on production of supermale tilapia by integrating endocrine sex reversal with gynogenetic technique. Curr. Sci. 58: 434-441.

* Yang, Y., Zhang, Z., Lin, K., Wei, Y., Huang, E., Gao, A., Xu, Z., Ke, S., and Wei, J. 1980. Use of three line combination for production of genetic all-male tilapia mossambica. Acta Scientica Sinica. 7: 241-246.

Bahan pemaparan pada seminar Indoaqua 2006 di Jakarta, 3-6 Agustus 2006

Dari : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi 2006

sumber : http://ikanmania.wordpress.com