Rumput Laut dan Kerapu, Andalan Perikanan Budidaya Provinsi Maluku

Rumput Laut dan Kerapu, Andalan Perikanan Budidaya Provinsi Maluku


Produksi perikanan budidaya provinsi Maluku tahun 2009 mencapai 50.915 ton yang berasal dari budidaya laut, budidaya tambak dan budidaya air tawar. Rumput laut, kerapu, teripang dan udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya provinsi Maluku. Pada tahun 2009, keempat komoditas tersebut, produksinya masing-masing sebesar 47.782,6 ton, 1.810,7 ton, 522,4 ton dan 166,3 ton. Selain itu, Maluku juga terkenal dengan budidaya mutiaranya yang sudah mendunia.

Jika dilihat berdasarkan komoditas unggulan budidayanya maka terlihat bahwa Maluku sangat potensial untuk pengembangan budidaya laut terutama untuk rumput laut, kerapu dan tiram mutiara. Memang provinsi Maluku sangat potensial untuk pengembangan ketiga komoditas tersebut. Dilihat dari struktur wilayahnya, provinsi ini merupakan provinsi kepulauan dan provinsi ini dikelilingi oleh laut yang masih terjaga. Provinsi yang terletak di posisi 2?30?9? lintang selatan dan 124? - 136? bujur timur ini, berbatasan dengan laut seram di sebelah utara, lautan Indonesia dan laut arafura di selatannya, di sebelah timur berbatasan dengan laut irian dan sebelah barat berbatasan dengan laut Sulawesi.

Jadi hampir sebagian besar provinsi ini merupakan daerah laut yang potensial untuk pengembangan budidaya laut. Provinsi Maluku diperkirakan memiliki potensi budidaya laut sebesar 495.300 Ha yang terdiri dari :

Potensi budidaya kakap putih sebesar 31.000 ha
Potensi budidaya kerpau sebesar 104.00ha
Potensi budidaya rumput laut sebesar 206.000 ha
Potensi budidaya tiram mutiara sebesar 73.400 ha
Potensi budidaya teripang sebesar 28.900 ha
Potensi budidaya lobster sebesar 23.000 ha
Potensi budidaya kekerangan sebesar 29.000 ha

Lahan-lahan potensial untuk pengembangan budidaya tersebut tersebar dibeberapa daerah yaitu perairan seram, Manipa, Kei Kecil, Kei Besar, Yamdena, PP. terselatan dan Wetar. Namun, saat ini pengembangan budidaya laut di provinsi ini, yang dikembangkan secara komersil hanya pada komoditi rumput laut, kerapu dan tiram mutiara

Budidaya rumput laut di Maluku diperkirakan produksi akan meningkat tajam pada tahun selanjutnya. Hal ini berdasarkan kondisi lahan yang sangat potensial, kemudahan dalam berbudidaya dan juga rumput laut dari Maluku masih dihargai tinggi karena kualitasnya yang sangat bagus. Peningkatan produksi rumput laut ini juga tidak terlepas dari peran aktif dinas kelautan dan perikan Maluku yang ingin menggenjot produksi rumput laut pada tahun berikutnya. Selain itu, terbukti pengembangan budidaya rumput laut di Maluku dapat menanggulangi kemiskinan di provinsi ini. Penyerapan tenaga kerja dari budidaya rumput laut diperkirakan mencapai 5000-an orang pada tahun 2009.

Kerapu yang juga menjadi komoditas unggulan budidaya merupakan salah satu komoditas yang akan dinaikkan produksi pada tahun-tahun selanjutnya. Produksi kerapu yang terus mengalami tren positif setiap tahunnya dan potensi lahan yang masih terbuka menjadi alasan kenapa kerapu menjadi komoditas yang diunggulkan oleh provinsi ini.

Begitu pula dengan mutiara yang hasilnya telah dikenal. Produksi mutiara hasil budidaya dari Maluku dihargai sangat tinggi karena kualitasnya yang sangat bagus. Jika dilihat produksinya memang tidak terlihat sumbangan produksinya untuk total produksi perikanan budidaya namun jika menilik pada nilainya maka sungguh sangat tinggi nilainya bahkan mengalahkan harga udang dan kerapu.

Potensi perikanan budidaya provinsi Maluku tidak hanya pada budidaya lautnya saja. Budidaya tambak dan kolam juga diandalkan. Potensi kedua jenis budidaya ini juga masih terbuka lebar. Udang dan teripang adalah komoditas yang telah dibudidayakan di tambak pada provinsi ini dan merupakan komoditas andalan provinsi Maluku.

sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

KKP TETAP KONSISTEN RE-EKSPOR IKAN ILEGAL

KKP TETAP KONSISTEN RE-EKSPOR IKAN ILEGAL

Dalam upaya melindungi tingkat kesejahteraan nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memutuskan untuk melakukan re-ekspor terhadap produk hasil perikanan yang melakukan impor secara illegal ke wilayah RI dari negara asalnya. Kegiatan re-ekspor telah dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Belawan dan pelabuhan serta bandara udara lainnya. “Jadi tidak benar kalau KKP meloloskan produk perikanan yang telah ditolak ke pasar domestik”, tegas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Yulistyo Mudho hari ini (26/4) di Jakarta.

Lebih lanjut Yulistyo menjelaskan bahwa KKP tetap konsisten untuk menolak kehadiran impor ikan illegal ke wilayah Indonesia dan akan melakukan re-ekspor ke negara asal terhadap produk hasil perikanan tersebut. Kebijakan re-ekspor diambil KKP sebagai tindak lanjut pelaksanaan Permen No.17/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang diimpor ke dalam wilayah RI. Setidaknya hingga 5 April 2011 KKP mencatat telah menolak sebanyak 245 kontainer dan 423 box produk perikanan masuk ke wilayah republik Indonesia.

Dugaan banyak pihak yang menyebutkan bahwa beredarnya ikan illegal di pasaran domestik setelah mendapat izin dari KKP sebagaimana diberitakan beberapa media adalah tidak benar, tangkis Yulistyo. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) KKP hingga sejauh ini tidak mengeluarkan izin impor untuk kepentingan pasar eceran domestik untuk komoditas yang tersedia didalam negeri, (2) Izin yang dikeluarkan KKP tidak berlaku retroactive (berlaku surut) tetapi berlaku semenjak tanggal dikeluarkan izin hingga 6 (enam) bulan kedepan, (3) KKP secara konsisten terus melakukan pengawasan secara berjenjang untuk “mengamankan” pelaksanaan Kepmen No.17/MEN/2010.

Dalam merealisasikan pelaksanaan Permen tersebut, hingga 13 April 2011, KKP hanya menyetujui 15 perusahaan yang melakukan impor ikan untuk kegiatan pengolahan dan 8 perusahaan yang melakukan impor untuk memenuhi pasar domestik, sedangkan 15 perusahan yang berkeinginan untuk memenuhi pasar domestic lainnya ditolak. Sebanyak 15 perusahaan pengolah yang diizinkan diyakini dapat menumbuhkembangkan industri perikanan dalam negeri sehingga mampu meningkatkan devisa negara karena meningkatkan nilai tambah dan menampung tenaga kerja dalam jumlah besar. Sementara itu, 8 perusahaan yang diizinkan untuk melakukan impor ikan untuk memenuhi pasar domestik terbatas pada komoditas yang tidak tersedia di Indonesia, meliputi: salmon, trout, king fish, hindara, oyster, red king crab dan salem.

Dalam upaya menekan kasus impor ikan ilegal, Menteri Kelautan dan Perikanan telah meminta kepada seluruh jajaran pengawasan pemerintah, seperti Karantina, Bea Cukai untuk mencegah kasus seperti ini tak terulang. Ketentuan izin impor perikanan tujuannya untuk pengendalian impor ikan, sebab selama ini muncul indikasi banyak ikan beku yang diimpor untuk tujuan perdagangan dan konsumsi, bukan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan sehingga mengganggu mekanisme pasar di dalam negeri.





Jakarta, 26 April 2011
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi





Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc

Narasumber:
Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi

sumber : http://www.kkp.go.id

BLUE CARBON BAGI WARGA PESISIR

BLUE CARBON BAGI WARGA PESISIR

Karbon yang tersimpan dalam mangrove lebih tinggi dari yang terdapat di hutan tropis. Berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

Wayan Sukitra melepaskan tali yang mengikat setiap perahu dengan tambatan-nya. Ada delapan perahu yang dinaiki anggota The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), yang menyusun hutan mangrove seluas 9 kilometer persegi di Pulau Nusa Lembongan, Bali, pada 10 April. Hutan di Desa Jungut Batu ini menjadi tempat wisata semenjak 2003. Sebelumnya, kata Sukitra, warga menebangi mangrove untuk kayu bakar dan lahan industri garam. Kemudian seorang turis asal Prancis mengajak Sukitra mengembangkan wisata mangrove.

Warga lantas menanam bakau pada lahan kosong dan membentuk Mangrove Tour. Sekarang kelompok ini memiliki 33 perahu dan kafe serta toko cinderamata. Menurut Daniel Murdiyarso, peneliti Center for International Forestry Research (Cifor), apa yang dilakukan warga Jungut Batu merupakan bagian dari adaptasi perubahan II MH iklim."Hutan bakau ILIVIU memiliki peran yang besar dan selama ini belum dieksplorasi," katanya kepada wartawan peserta workshop yang diadakan Cifor dan SIEJ di Bali pada 8-11 April 2011.

Temyata, bukan hanya adaptasi, tapi hutan bakau juga memiliki peran dalam mitigasi perubahan iklim. "Kepadatan karbon hutan mangrove lebih tinggi empat kali daripada hutan tropis umumnya," demikian kesimpulan penelitian. yang dilakukan Cifor dan USDA Forest Services (Departemen Pertanian Amerika Serikat Bidang Kehutanan). Hasil penelitian itu dipublikasikan dalam Nature GeoScience edisi 3 April 2011. Riset ini dilakukan oleh Daniel C. Donato, J. Boone Kauffman, Daniel Murdiyarso, Sofyan Kurnianto, Melanie Stidham, dan Markku Kanninen. Sampel penelitian mereka ambil dari hutan mangrove di Kepulauan Mikronesia, Indonesia, India dan Bangladesh.

Menurut Daniel, ini merupakan studi yang pertama kali mengintegrasikan pentingnya mengukur total cadangan karbon berdasarkan .geografi atau luas wilayah hutan mangrove. Sebagian besar karbon disimpan di bawah hutan mangrove daripada di atas permukaan tanah dan air. Jumlah karbon yang tersimpan di atas tanah sebanyak 100-120 ton per hektare. Sementara yang di bawah tanah bisa 1.200-1.300 ton setiap hektare. "Itu untuk semua jenis mam/roue," kata Daniel.

Stephen . Crooks, Direktur Perubahan Iklim Biro Konsultasi Perlindungan, Peningkatan, dan Perbaikan Ekosistem yang Bergantung pada Air (ESA-PWA), menjelaskan, hutan mangrove, rawa pasang-surut, dan padang lamun menghilangkan karbon dari atmosfer serta me-nguncinya di dalam tanah selama ratusan hingga ribuan tahun. Tidak seperti hutan daratan umumnya, ekosistem laut secara terus-menerus membangun kantong-kantong karbon. "Juga menyimpan blue carbon dalam jumlah besar ke sedimen dasar laut," kata Crooks, yang hadir di Bali sebagai pembicara dalam lokakarya Tropical Wetland Ecosystems of Indonesia Science Needs to Address Climate Change Adaptation dan Mitigation.

Cecep Kusmana, ahli mangrove dari Institut Pertanian Bogor, juga menjadi pembicara dalam forum tersebut. Pada 2008 hingga 2010, dia melakukan penelitian Mangrove jenis api-api di Muara Angke, Jakarta Utara. "Mangrove usia 2 tahun berhasil menyerap 230 gram karbon dioksida per 100 gram daun," katanya. Sedangkan satu pohon mangrove tersebut berat total daunnya sampai 1,5 kilo-gram. Daniel Murdiyarso dan teman-temannya juga menghitung bahwa perusakan dan degradasi ekosistem mangrove diperkirakan menghasilkan hingga 10 persen dari emisi deforestasi global. Sebab, yang hilang bukan hanya karbon di atas permukaan mangrove, tapi juga di bagian bawahnya.

Daniel berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi hutan mangrove. Apalagi penelitian Cifor dan USDA menunjukkan bahwa mangrove memberi sumbangan sangat potensial untuk mengurangi emisi karbon dibanding hutan hujan tropis. "Saat ini belum ada insentif bagi perlindungan hutan mangrove," kata Crooks.

Menurut Crooks, upaya tersebut memiliki potensi dikaitkan dengan skema REDD+ (Reduction Emission from Degradation and Deforestation plus) dan mekanisme pendanaan karboaTanpa menunggu kucuran dana dari luar negeri, kelompok Mangrove Tbur di Pulau Nusa Lembongan, Bali, sudah menunjukkan kepada dunia bahwa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tidak harus merusak lingkungan.(Mine nimum)


Sumber : Koran Tempo 20 April 2011,hal. A12

Gapai 353 dengan Statistik Berkualitas

Gapai 353 dengan Statistik Berkualitas


Berbicara statistik, tentu berbicara tentang angka. Namun statistik sendiri tidak hanya berbicara tentang angka. Statistik memiliki makna yang sangat dalam. Statistik diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan. Data statistik merupakan unsur penting dalam manajemen modern dan sebagai indikator keberhasilan pembangunan.

Menteri Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan Visi Pembangunan Perikanan Indonesia, yaitu Indonesia akan menjadi negara produsen ikan terbesar di dunia pada tahun 2015 dengan target kenaikan produksi perikanan budidaya sebesar 353 % dan dengan total produksi mencapai 16,9 juta ton pada tahun 2014. Target tersebut memang sangat fantastis dan banyak pihak mengkhawatirkan akan sulit tercapai.

Melihat perkembangan data statistik selama 3 tahun terakhir, Ditjen Perikanan Budidaya yakin kalau target tersebut bisa terlampaui. Selama periode 2008 - 2010 peningkatan produksi mencapai 19,2 % per tahun dari 3,86 juta ton pada tahun 2008 menjadi 5,48 juta ton sementara pada tahun 2010 dan telah menunjukkan angka di atas angka target produksi sebesar 5,3 juta ton pada tahun 2010. Inilah salah satu guna data statistik sebagai indikator keberhasilan pembangunan.

Dalam pembukaan validasi dan finalisasi data statistic perikanan budidaya Dirjen Perikanan Budidaya, Dr. Ketut Sugama mengatakan bahwa target peningkatan produksi perikanan budidaya tersebut dapat dicapai tidak hanya melalui program-program yang telah dicanangkan namun perlu pula didukung dengan data statistic yang berkualitas.

Data statistic yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan keadaan real di lapangan akan mengakibatkan data yang tersaji menjadi under-estimate atau over-estimate. Selain itu, data statistic yang dikumpulkan juga harus cepat agar dalam penyajiannya up to date sehingga data dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan.

Dikatakan oleh Direktur Produksi, Ir. Iskandar Ismanadji bahwa kenaikan produksi perikanan budidaya yang tinggi tentu membuat senang namun perlu diperhatikan apakah data tersebut sesuai dengan keadaan di lapangan. Oleh karenanya pada kesempatan tersebut Direktur Produksi juga berpesan kepada para petugas statistic perikanan budidaya untuk selalu cermat melihat gejolak data yang telah dikumpulkan dan perlu pula dilakukan evaluasi ke lapangan untuk mengetahui kebenaran data yang sudah dikompilasi.

Menurut Drs. Nyoto Widodo, ME selaku Direktur Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (SP2K), BPS yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan yang dilaksanakan 11 – 14 April 2011 di Papua, menambahkan bahwa data yang berkualitas harus memenuhi tiga syarat pokok, yaitu :

Akurat

Data yang akurat adalah data yang sesuai dengan keadaan di lapangan
Tepat waktu (up-to-date)

Data yang dikumpulkan tidak ketinggalan jaman dan masih dapat digunakan untuk menentukan perencanaan ke depan. Penyajian data yang baik minimal minus satu tahun dari tahun berjalan.
Relevan

Data yang relevan adalah datan yang dikumpulkan dan disajikan sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak semua data disajikan.

Dikatakan pula oleh Drs. Nyoto Widodo, ME bahwa untuk mendapatkan data yang berkualitas perlu diperhatikan:

Metodologi dan Konsep definisi
Sarana dan prasarana
Kelembagaan yang menangani statistik
Kualitas SDM

Tujuan akhir kegiatan pengumpulan data adalah diperolehnya data yang akurat. Tetapi data akurat saja tidak cukup, data juga harus uptodate dan relevan (pembahasan ini biasanya triwulan III, jadi sudah mengarah ke uptodate) sehingga perlu dilakukan proses validasi data yang dimulai sejak perencanaan sampai validasi data akhir. Demikian dikatakan oleh Direktur SP2K BPS menutup materinya.

SUMBER : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Ikan Nila Indukan Unggulan

Ikan Nila Indukan Unggulan

Ikan nila adalah ikan yang aslinya berasal dari sungai nil dan perairan sekitarnya. Ikan ini termasuk mudah dibudidayakan. Di Indonesia ikan nila termasuk komoditas unggulan dan pembudidayaanya berkembang cukup baik. Saat ini, ikan nila telah dibudidayakan di kolam, jaring apung, karamba dan sawah. Ikan nila termasuk ikan yang memiliki daya tahan hidup yang cukup baik diberbagai perairan karena itu ikan nila dapat pula dibudidayakan di tambak. Perkembangan budidaya ikan nila yang cukup baik ini, juga didukung banyaknya penelitian tentang ikan nila sehingga menghasilkan banyak ikan-ikan nila unggulan.

Sejak awal, ketika di introduksi dari luar negeri ikan ini telah mengalami perkembangan. Ada banyak ikan nila indukan unggul yang telah dihasilkan oleh para peneliti maupun periset. Berikut ini antara lain indukan ikan nila unggulan yang telah dirilis, yaitu :

Nila JICA

Ikan nila JICA merupakan hasil pengembangan riset oleh Balai Besar Budidaya Air Tawar Jambi, dengan merekayasa genetic ikan nila. Ikan nila untuk riset didatangkan dari lembaga riset Kagoshima Fisheries Research Station di Jepang. Oleh karena penelitian ikan ini dibantu sepenuhnya oleh JICA (Japan for International Cooperation Agency) sebuah lembaga donor Pemerintah Jepang maka ikan nila hasil penelitian ini dinamakan Nila JICA. Ikan nila hasil pengembangan BBAT Jambi ini sangat disukai oleh pembudidaya karena pertumbuhannya yang cepat dan disukai oleh masyarakat.
Nila Nirwana

Ikan nila Nirwana merupakan ikan hasil pengembangan dari Balai Pengembangan Benih Ikan Wanayasa yang terletak di Purwakarta, Jawa Barat. Nirwana merupakan singkatan dari Nila Ras Wanayasa. Kelebihan ini nila jenis ini dibandingkan dengan nila biasa, yaitu :

1. Pertumbuhannya yang cepat. Dalam waktu enam bulan dapat mencapai bobot 1 kilogram
2. Bentuk tubuh lebih lebar dan kepala lebih pendek
3. Struktur daging lebih tebal

Nila Jatimbulan

Ikan nila jenis ini merupakan hasil perekayasaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis PBAT Umbulan yang terletak di Pasuruan Jawa Timur. Keunggulan ikan nila jenis ini adalah pertumbuhannya yang lebih cepat dibandingkan dengan nila biasa dan struktur dagingnya yang lebih kenyal.


Nila Larasati

Larasati adalah singkatan dari Nila Merah Strain Janti. Larasati merupakan nila hasil perekayasaan yang dilakukan PBIAT Janti, Klaten. Ikan ini merupakan persilangan antara nila hitam dengan nila merah. Keunggulan ikan nila larasati ini adalah 1) Pertumbuhannya seperti nila merah sedangkan reaksi pakannya seperti nila hitam; 2) Pemeliharaan lebih cepat; 3) Dagingnya lebih banyak; dan 4) Kematian lebih sedikit


Nila BEST

Nila BEST merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Bogor Jawa barat. BEST adalah singkatan dari Bogor Enhanced Strain Tilapia. Karakteristik ikan nila BEST ini adalah :

1. Tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem

2. Pertumbuhan lebih cepat

3. Memiliki telur 3 – 5 kali lebih banyak dibandingkan ikan nila lainnya

4. Larva yang dihasilkan relatif lebih besar

5. Tahan terhadap penyakit

6. Tingkat hidup di atas 90%



Nila Gesit

Nila Gesit adalah ikan nila hasil pemuliaan yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat. Gesit juga merupakan singkatan, yaitu Genetically Supermale Indonesia Tilapia. Karakteristik Ikan nila Gesit, yaitu :

1. Benih yang dihasilkan 90% adalah nila jantan

2. Pertumbuhan 30% lebih cepat

3. Suhu optimum pertumbuhan adalah 25 derajat celcius

4. Kebal terhadap penyakit

5. Lebih aman dikonsumsi dibandingkan dengan ikan nila yang menggunakan hormon.

Inilah beberapa jenis indukan Nila unggulan yang telah dirilis dan beredar di masyarakat.

sumber :http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Potensi Budidaya Karamba di Jawa Timur

Potensi Budidaya Karamba di Jawa Timur

Produksi budidaya karamba provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 sebesar 135 ton yang sebagian besar komoditas yang diusahakan adalah ikan mas, nila, gurame, tawes dan mujair. Produksi karamba sebesar tersebut berasal dari beberapa kabupaten di provinsi Jawa Timur. Sentra wilayah budidaya karambanya terdapat di kabupaten Jombang, kabupaten Bondowoso, kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Nganjuk. Produksi yang sebesar tersebut sangat kecil jika melihat potensi budidaya karamba di Provinsi Jawa Timur.

Potensi karamba Provinsi Jawa Timur cukup besar. Apalagi provinsi Jawa Timur terdapat dua buah sungai besar yang sangat terkenal, yaitu sungai Brantas sepanjang 317 Km dan sungai Bengawan Solo sepanjang 540 Km. Selain itu, terdapat pula adanya rawa - rawa maupun telaga, bendungan, waduk, dan mata air yang dapat dikembangkan untuk perikanan budidaya.

Potensi karamba provinsi Jawa Timur berdasarkan statistic perikanan budidaya provinsi Jawa Timur terdapat di 15 kabupaten/kota, yaitu :

Probolinggo terletak di kecamatan Gending, kecamatan BanyuanyarMaron, kecamatan Tegalsiwalan, kecamatan Tiris dan kecamatan Leces
Banyuwangi terletak di kecamatan Kabat, kecamatan Bangorejo, kecamatan Genteng, kecamatan Glenmore, kecamatan kalibaruSonggo, kecamatan Singojuruh dan kecamatan Sempu
Jember terletak di kecamatan Sukorambi, kecamatan Tanggul, kecamatan Sumber dan kecamatan Mayang
Lumajang terletak di kecamatan Pronojiwo, kecamatan Lumajang, kecamatan Sumbersuko, kecamatan Tekung, kecamatan Randuagung, kecamatan Padang, kecamatan Senduro, kecamatan Kedungjajang, kecamatan Klakah dan kecamatan Ranuyoso
Malang terletak di kecamatan Tirtoyudo, kecamatan Turen, kecamatan Tumpang, kecamatan Poncokusumo, kecamatan Dau dan kecamatan Karangploso
Blitar hanya terdapat di kecamatan Kanigoro
Pacitan terletak di kecamatan Donorejo, kecamatan Punung, kecamatan Pringkuku, kecamatan Ngadirojo, kecamatan Nawangan dan kecamatan Sudimoro
Ponorogo terletak di kecamatan Bungkal, kecamatan Sambit, kecamatan Sawoo, kecamatan Kauman, kecamatan Jenangan dan kecamatan Ngebel
Ngawi terletak di kecamatan Bringin
Jombang terletak di kecamatan Ngoro
Kediri terletak di kecamatan Pare dan kecamatan Kandangan
Bondowoso terletak di kecamatan Grujugan, kecamatan Pujer dan kecamatan Bondowoso
Kota Batu terletak di kecamatan Batu, kecamatan Bumiaji dan kecamatan Junrejo
Pasuruan dan Kota Kediri adalah dua lokasi yang juga memiliki potensi pengembangan budidaya karamba namun tidak disebutkan lokasi spesifiknya.
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Budidaya Lele Sejahterakan Warga Srikaton

Budidaya Lele Sejahterakan Warga Srikaton

Usaha budidaya ikan lele dan ayam petelur yang sedang ditekuni warga Desa Srikaton, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah. Provinsi Bengkulu, ternyata tidak sia-sia. Dari usaha tersebut, warga setempat bisa meraup jutaan rupiah setiap bulan.

Pada panen akhir 2010 misalnya, para petani lele di desa tersebut, bisa menghasilkan sekitar Rp 3 juta/bulan dari hasil penjualan ikan air tawar tersebut. Seperti dituturkan Sugito (32). dalam tempo tiga bulan ia bisa meraih pendapatan sekitar Rp 12 juta dari hasil penjualan ikan lele.

"Kami sangat berterima kasih kepada Bank Indonesia (BD Bengkulu, yang sudah membina kami sebagai petani ikan lele." ujar Sugito, anggota kelompok budidaya ikan lele saat ditemui di Desa Srikaton belum lama ini.

Desa Srikaton memang menjadi salah satu desa binaan BI Bengkulu untuk usaha budidaya lele dan ayam petelur. Karena keberhasilannya dalam usaha ini, khususnya untuk ikan lele, desa ini pun pada Maret 2011 lalu, ditetapkan menjadi pilot proyek Program Desa Kita oleh BI Bengkulu.

Dalam program budidaya tersebut, awalnya BI membantu membuatkan 24 unit kolam untuk budidaya lele. Kolam tersebut, dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat

BI pun menambah lagi menjadi 50 unit kolam ikan lele. Warga juga diberikan bantuan bibit ikan lele, serta pengetahuan tentang cara beternak lele yang baik.

Usaha tersebut tak sia-sia. Memasuki akhir 2010, warga Srikaton panen raya. Ribuan ekor lele segar dihasilkan. Hasilnya dijual kepada para pedagang pengumpul dengan harga antara Rp 10.000-12.000/kg. bergantung pada besar-kecilnya ikan.

Pasar

Menurut pengakuan Sugito, penghasilan Rp 12 juta per tiga bulan atau sekitar Rp 4 juta per bulan diperoleh hanya dari satu kolam ikan saja. Setiap tiga bulan mereka panen, dan akhir 2010 lalu merupakan masa panen raya ikan lele bagi petani Srikaton.

Ikan-ikan tersebut, kata Sugito, dijual di pasar-pasar tradisional di Kota Bengkulu serta pada para pedagang pengumpul sampai ke Bengkulu Tengah. "Kalau soal pemasaran, kita tak kesulitan karena banyak pedagang pengumpul yang datang sendiri membeli lele di kolam kami, dan dijual lagi ke pasar-pasar tradisional atau ke para langganannya," ujar Sugito.

Hal senada diungkapkan anggota kelompok budidaya ikan lele lainnya. Wagiman (45). Ia mengatakan, sejak dikembangkan budidaya ikan lele di desa tersebut, maka pendapatan mereka meningkat. Menurutnya, selama ini sebagian besar warga Srikaton mengantungkan hidup dari hasil panen padi.

Tapi sejak ada progam budidaya ikan lele tersebut, sebagian masyarakat beralih dan mengembangkan usaha tersebut karena hasilnya sangat menjanjikan. "Kami yakin, jika usaha budidaya ikan lele ini terus dikembangkan, ekonomi warga kami akan meningkat sehingga dapat hidup sejahtera." ujarnya. Deputi Gubernur BI, S Budi Rahadi saat peluncuran Program Desa Binaan BI

Bengkulu dan menetapkan Desa Srikaton sebagai Program Desa Kita di Bengkulu mengatakan, saat ini BI tak lagi sekadar membantu secara finansial, tapi juga menjalankan program pembinaan untuk mendorong peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat.

Menurutnya. Desa Srikaton telah dipilih sebagai pilot proyek karena keuletan dan keberhasilan yang dicapai. "Hal yang sama juga kita lakukan di semua daerah di Indonesia," katanya.

Kepada Cabang BI Bengkulu. Causa Imam Karana mengakui, hasil panen ikan lele milik petani kelompok usaha produktif binaan kita di Desa Srikaton sangat menjanjikan. "Satu kolam dapat menghasilkan ikan lele lebih dari dua ton. Usaha budidaya ikan lele di Desa Srikaton benar-benar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa setempat," ujarnya.

Kemudahan Kredit

Pelaksana Tugas (Pit) Gu-bemur Bengkulu. Junaidi Hamsyah mengharapkan usaha budidaya ikan lele yang dikembangkan masyarakat Desa Srikaton hendaknya terus ditingkatkan sehingga kehidupan masyarakat di daerahnya semakin sejahtera.

Ia meminta jumlah kolam ikan lele yang ada sekarang bisa ditingkatkan menjadi ratusan unit, sehingga ke depan desa ini menjadi sentra produksi ikan lele terbesar di Provinsi Bengkulu.

"Saya optimistis jika masyarakat Desa Srikaton mau bekerja keras mengembangkan usaha budidaya ikan lele tidak mustahil kesejahteraan akan meningkat. Apalagi pendapatan dari usaha ini sangat menjanjikan," ujarnya.

Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah meminta kalangan perbankan di daerah ini dapat memberi kemudahan pinjaman kredit kepada para petani lele yang membutuhkan modal untuk pengembangan usahanya.

Salah satu yang bisa diperoleh masyarakat, yaitu fasilitas kredit usaha rakyat (KLH). Saya berharap bank bisa memberikan banyak kemudahan dalam mendapatkan KUR. sehingga usaha ekonomi kerakyatan di Bengkulu akan berkembang pesat di masa mendatang, katanya.

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada BI Bengkulu yang telah membina masyarakat Desa Srikaton untuk mengembangkan usaha tersebut sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. ISP/lsmin)

Sumber : Suara Pembaharuan07 April 2011,hal.13

Bacterial Fin / Tail Rot / Pseudomoniasis

Bacterial Fin / Tail Rot / Pseudomoniasis

Cause: Pseudomonas spp.

BioEkologi Pathogens:
• It is a gram-negative bacteria and non-spore. These bacteria are aerobic. with a size of 3 um x 0.5 um, motile, producing fluorescent pigment. and breed in soil and water.
• Hazardous mainly on freshwater fish (although it also can attack sea fish and brackish) and can result in high mortality due to infectious disease in quick time when water conditions allow.
• Transmission and spread of disease through direct contact with fish that are sick or with the polluted environment.
• The attacks can occur when fish are vulnerable or weakened by hunger. the feed is not suitable. cold, or water conditions are not good.
Clinical Symptoms
• Fish weak to move slowly. breathe gasping at the surface of the water.
• Color pale gills and a dark body color change.
• There are patches of red on the outside of his body and damage to the fins, gills and skin
• excessive mucus at first, then emerged bleeding
• fin and tail loss (decayed)
• bleeding. stomach became bloated fish, known as dropsy.

Diagnosis:
• isolation and identification of bacteria through bio-chemical tests.




Control:
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Improve overall water quality, particularly reducing the levels of dissolved organic material and / or increase the frequency of replacement of new water
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Reduce feeding and number of fish in pond
• Soaking in a solution of PK 20 ppm for 30 minutes.

source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010

penyakit ikan Bacterial Fin/Tail Rot/Pseudomoniasis

Bacterial Fin/Tail Rot/Pseudomoniasis

Penyebab : Pseudomonas spp.

BioEkologi Patogen :
• Merupakan bakteri gram negatif dan non-spora. Bakteri ini bersifat aerobik. dengan ukuran 3 um x 0,5 um, motil, memproduksi pigmen fluorescent. dan berkembang biak di tanah dan air.
• Berbahaya terutama pada ikan air tawar (meskipun juga dapat menyerang ikan laut dan payau) serta dapat berakibat kematian yang tinggi karena penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan.
• Penularan serta penyebaran penyakit melalui kontak langsung dengan ikan yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar.
• Serangannya bisa terjadi kalau ikan rentan atau lemah akibat lapar. pakan tidak cocok. dingin, atau kondisi air tidak balk.
Gejala Klinis
• Ikan lemah bergerak lambat. bernafas megap-megap di permukaan air.
• Warna insang pucat dan warna tubuh berubah gelap.
• Terdapat bercak-bercak merah pada bagian luar tubuhnya dan kerusakan pada sirip, insang dan kulit
• mula-mula lendir berlebihan, kemudian timbul perdarahan
•sirip dan ekor rontok (membusuk)
• perdarahan. perut ikan menjadi kembung yang dikenal dengan dropsy.

Diagnosa :
• isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.




Pengendalian :
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Kurangi pemberian pakan dan jumlah ikan dalam kolam
• Perendaman dalam larutan PK 20 ppm selama 30 menit.

sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010

Manfaat dan Kegunaan Rumput Laut Perikanan Budidaya

Manfaat dan Kegunaan Rumput Laut Perikanan Budidaya

Rumput laut adalah komoditas perikanan budidaya yang sangat diunggulkan dan merupakan komoditas ekspor. Produksinya, secara nasional, sementara mencapai 3.082.113 ton pada tahun 2010. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.963.556 ton dan diperkirakan produksi rumput laut pada tahun 2010 lebih besar dari angka sementara 2010 ini.

Produksi rumput laut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Bahkan dapat dikatakan produksi rumput laut setiap tahunnya menyumbangkan sekitar 2/3 dari total produksi perikanan budidaya. Produksi rumput laut tertinggi setiap tahun terdapat di pulau Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara.

Rumput laut yang dibudidayakan oleh pembudidaya sebagian besar adalah rumput laut E. cottonii dan Gracilaria sp. Rumput laut E. cottonii dibudidayakan di perairan laut dengan metode long line, metode rakit dan metode lepas dasar. Sedangkan rumput laut Gracilaria sp dikembangkan pada perairan payau dengan metode lepas dasar dan beberapa pembudidaya mengembangkan metode longline.

Rumput laut yang menjadi komoditas unggulan budidaya ini dan menjadi tumpuan sebagian besar pembudidaya, memiliki banyak kegunaan dan manfaat. Berikut adalah kegunaan dan manfaat rumput laut hasil budidaya, yaitu :

1. Melangsingkan tubuh
2. Untuk perawatan kecantikan
3. Mengobati jerawat
4. Mengobati radang sendi
5. Mengobati diabetes
6. Mencegah dan menyembuhkan gondok
7. Mengatasi ketiak hitam
8. Bahan dasar Bahan Bakar Minyak ramah lingkungan
9. Bahan dasar pembuat kertas
10. Bahan dasar pembuat pupuk organic
11. Kaya akan nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements dan vitamin A, B, C, D, E dan K.

Selain memiliki banyak manfaat dan kegunaan, rumput laut hasil budidaya juga dapat diolah kembali menjadi bahan makanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Telah banyak hasil olahan rumput laut hasil budidaya yang diolah dan menjadi makanan, seperti dodol, es rumput laut, keripik, agar-agar, dan masih banyak lagi.
SUMBER : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Pembenihan Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Pembenihan Ikan Guppy (Poecilia reticulata)


Ikan Guppy merupakan salah satu jenis ikan dari famili Poicilidae, dimana ikan dari famili ini termasuk ikan yang mudah dikembangbiakan. Ciri khusus dari ikan guppy adalah ekornya yang melebar dan bercorak batik. Corak batik ini terdiri dari berbagai warna, seperti biru, hitam, kuning, atau merah saja. Panjang guppy dewasa bisa mencapai 3 – 4 cm.



Pemilihan induk

Cara membedakan induk jantan dan betina dengan melihat bentuk tubuh dan warnanya. Induk jantan berwarna tajam dan tubuhnya ramping sedangkan induk betina tubuhnya pendek dan gemuk serta warna tubuhnya buram.



Pemijahan

* Persiapan pemijahan

Wadah untuk pemijahan berupa bak tembok atau bak plastik berukuran 1 x 1 x 0,5 m, 2 x 1 x 0,5 m atau 4 x 4 x 0,5 m dengan tinggi air 25 – 40 cm dan aerasi lemah.

Air yang digunakan untuk pemijahan memiliki pH 6 – 7 dan suhu 24 – 28oC. Substrat yang digunakan untuk tempat induk bercumbu dan menempelkan telur berupa hydrilla.

* Proses Pemijahan

Pemijahan berlangsung secara massal dengan rasio jantan dan betina 1 : 2 dengan padat tebar 15 ekor/ 50 liter air.

Pemijahan ditandai dengan guppy jantan yang mengejar-ngejar betina dan selalu ”menanduk-nanduk” bagian anus betina serta terkadang menempelkan badannya ke badan betina.

Setelah 4 – 7 hari, biasanya anak-anak ikan guppy berenang di permukaan air. Setelah itu, dapat dipisahkan dari induknya.



Perawatan Telur, Larva dan Anak

- Untuk menghindari serangan jamur, pada media mepeliharaan telur dilarutkan MGO dan MB

- Setiap induk dapat menghasilkan 10 – 50 ekor, anak ikan tersebut kemudian dipindahkan ke wadah lain yang telah disiapkan.

- Pakan yang diberikan berupa infusoria sampai berumur 5 – 7 hari.

- Untuk melindungi anak ikan maka pada wadah pemeliharaan diberikan eceng gondok atau tanaman air berupa hydrilla.

sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

PENGARUH PAKAN IKAN TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DANAU/WADUK PADA BUDIDAYA IKAN SISTEM KJA

PENGARUH PAKAN IKAN TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DANAU/WADUK PADA BUDIDAYA IKAN SISTEM KJA

Di beberapa danau/waduk, para pembudidaya ikan memanfaatkannya sebagai lahan budidaya ikan yang menggunakan sistem keramba atau Keramba Jaring Apung (KJA). Sifat perairan danau/waduk yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan KJA di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.

Budidaya ikan berbasis pelet (budidaya intensif) merupakan kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien.
Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau. Melihat akibat yang ditimbulkan dari pemberian pakan ikan budidaya ikan sistem KJA terhadap kualitas perairan di danau/waduk maka penulis tertarik akan hal tersebut. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pakan ikan terhadap kualitas perairan danau/waduk pada budidaya ikan sistem KJA.

A. Pembahasan

Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/waduk secara intensif yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan limbah organik (kotoran ikan dan sisa pakan yang tidak termakan) yang akan merangsang produktivitas perairan dan mempengaruhi karakteristik biotik dan abiotik perairan (Krismono, 1992). Budidaya ikan dalam KJA secara intensif merupakan usaha perikanan yang dapat dikembangkan dengan pemberian pakan komersil (pelet). Semakin banyak KJA yang beroperasi akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah tersebut berasal dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan dampak lanjut ke perairan berupa kotoran dan sisa pakan.

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun efisiensinya rasio pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan. Pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di danau/waduk (80%) dalam menghasilkan dampak lingkungan (Garno, 2000). Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan oleh ikan sekitar 20–50%. Berbagai pendapat mengenai jumlah pakan yang terurai di danau /waduk:

1. Lukman & Hidayat (2002) bahwa sisa pakan dalam bentuk kotoran ikan yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari pakan yang diberikan.
2. Krismono (1993) dalam Krismono dan Wahyudi (2002), pemberian pakan dengan sistem pompa memberi sumbangan berupa pakan yang terbuang sekitar 20 ? 30% untuk setiap unit KJA dengan ukuran 7 x 7 x 3 m3.
3. Philips et al., (1993), Boyd (1999), Mc Donad et al., (1996), 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan.
4. Sutardjo (2000), limbah pakan yang terbuang ke perairan yang diperkirakan sekitar 30–40%.
5. Azwar dkk (2004), jumlah pakan pada sistem KJA yang diberikan per hari mencapai 3,3% bobot ikan dan dari jumlah pakan yang diberikan tersebut ada bagian yang tidak dikonsumsi mencapai 20–25% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan ke lingkungan.
6. Rachmansyah (2004), pakan yang diberikan pada ikan hanya 70% yang dimakan oleh ikan dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah.

Umumnya di danau/waduk, pemberian pakan adalah dengan sistem pompa yaitu pemberian pakan sebanyak-banyaknya (Kartamihardja, 1995 dalam Nastiti et al., 2001) akibatnya terjadi pemberian pakan berlebih (over feeding). Pemberian pakan yang dilakukan secara adbilitum (terus menerus hingga ikan betul-betul kenyang) menyebabkan banyak pakan yang terbuang (inefisiensi pakan) dan terakumulasi di dasar perairan. Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang pada akhirnya akan diuraikan olej jasad-jasad pengurai yang memerlukan oksigen. Dalam kondisi anaerob penguraian akan berjalan dengan baik, namun dari proses anaerobik ini dihasilkan berbagai gas beracun yang dapat mencemari perairan danau/waduk. Disamping hal tersebut, sisa pakan dan buangan padat ikan akan terurai melalui proses dekomposisi membentuk senyawa organik dan anorganik, beberapa diantaranya senyawa nitrogen (NH3, NO2, NO3) dan fosfor (PO4) (Juaningsih, 1997). Senyawa-senyawa nitrogen (N) dan fosfor (P) diperlukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Di perairan fitoplankton merupakan produsen primer yang mempengaruhi kelimpahan organisme. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan dari KJA berperan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan perairan danau/waduk. Apabila dalam keadaan hipertropik berakibat pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu.

Kotoran ikan dapat menimbulkan deposisi yang meningkat di dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen di bagian dasar. Menurut Lukman (2006) menjelaskan bahwa pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA adalah untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan sisa pakan ikan. Menurutnya untuk setiap gram organik (limbah budidaya ikan) diperlukan 1,42 gram oksigen. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup (Umaly and Cuvin, 1988). Sumber oksigen di perairan berasal dari: difusi atmosfir, fotosintesis,angin, dan susupan oksigen terlarut. Sedangkan penggunaan oksigen terlarut di lapisan perairan (Simarmata, 2007):

1. Lapisan permukaan perairan terdapat (a) proses pembentukan biomassa dalam karamba dan kotoran (ekskresi & feses) serta sisa pakan; (b) proses pembentukan, melalui fotosintesa, memanfaatkan unsur hara menjadi biomassa fitopankton+oksigen.
2. Lapisan tengah terjadi proses mineralisasi sisa pakan/ kotoran ; membebaskan unsur hara. N, P, K, Si dengan memanfaatkan oksigen (DO), akibatnya cadangan DO berkurang, diindikasikan dengan adanya ODR (Oxygen Depletion Rate) atau HODR (Hypolimnion Oxygen Depletion Rate).
3. Lapisan bawah atau dasar perairan, menampung akumulasi sisa pakan/kotoran ikan serta produk dekomposisi sisa pakan seperti: CO2, H2S, NH3, CH4 pada kondisi anaerob. Peningkatan unsur hara (N, P, Si) tersebut potensial menunjang perkembangan fitoplankton (bloom), yang di dominasi oleh kelompok cyanophyceae Mycrocytis sp. Perkembangan fitoplankton tersebut akhirnya mengganggu keseimbangan DO di perairan.

Bahan organik dan nutrien yang berasal dari luar dan dari kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen dan daya dukung perairan. Daya dukung perairan yaitu kemampuan perairan dalam menerima, mengencerkan dan mengasimilasi beban tanpa menyebabkan perubahan kualitas air atau pencemaran. Cadangan oksigen di perairan danau/waduk sangat terbatas. Apabila beban melampaui ketersediaan cadangan oksigen, akan terjadi deplesi, lalu defisit dan menyebabkan pencemaran. Pada akhirnya pemberian pakan ikan yang berlebihan pada buddiaya ikan sistem KJA menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

B. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/waduk secara intensif yang terus meningkat akan menghasilkan sejumlah limbah organik (terutama yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien sehingga terjadi sisa pakan yang menumpuk di dasar perairan. Limbah organik pada budidaya ikan sistem KJA menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau (eutrofikasi, upwelling dan lain-lain) yang yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

2. Saran

1. Perlunya pengaturan musim tanam, pengendalian jumlah KJA dan padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah seperti ikan patin, lele, dan betutu.
2. Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan yaitu 3% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan diberikan tiga kali sehari yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan
3. Perlu disosialisasikan KJA yang ramah lingkungan yaitu KJA ganda dan konstruksi KJA dengan pelampung polystyrene foam.



C. Daftar Pustaka

Azwar, ZI., Ningrum, S dan Ongko, S. 2004. Manajemen Pakan Usaha Budidaya Ikan di Karamba Jaring Apung. Dalam Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk. Pusat Riset Budidaya Perikanan. Jakarta.
Boyd, C. E. 1999. Management of Shrimp Ponds to Reduce the Eutrophication Potential of Effluents. The Advocate. December 1999 : 12-13.

Juaningsih, N. 1997. Eutrofikasi di Waduk Saguling Jawa Barat. Laporan Penelitian Balai Penelitian Air Tawar Purwakarta Jawa Barat. Hal 40 – 44.

Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya Perairan Waduk Wadaslintang, Mrica, Karangates dan Waduk Selorejo untuk Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. II No. 2 Juni. 20 hal.

Lukman dan Hidayat. 2002. Pembebanan dan Distribusi Organik di Waduk Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol. 3 (2): 129 – 135.

Mc. Donald, M.E, Tikkanen, C. A, Axler, R. P , Larsen, C. P dan Host, G. 1996. Fish Simulation Culture Modekl (FIS-C) : A Bioenergetics Based Model for Aquacultural Wasteload Application. Aquacultural Engineering. 15 (4): 243 - 259.
Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak Budidaya Ikan dalam KJA terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 7 (2): 22-30.

Phillips, M.J, Clarke, R. dan Mowat, A. 1993. Phosphorus Leaching from Atlantic Salmon Diets, Aquacultural Engineering. 12 (1993) : 47 – 54.

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Disertasi.

Simarmata, A. H. 2007. Kajian Keterkaitan antara Kemantapan Cadangan Oksigen dengan Beban Masukan Bahan Organik di Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Disertasi.

Sutardjo. 2000. Pengaruh Budidaya Ikan pada Kualitas Air Waduk (Studi Kasus pada Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung, di Ciganea, Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat). Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Tesis.
Umaly, R.C and M.A.L.A Cuvin. 1988. Limnology. National Book Store Publisher. Manila.

Budidaya Udang Kian Menjanjikan

Budidaya Udang Kian Menjanjikan

BANYUWANGI-Kebangkitan budidaya udang sudah dapat dirasakan sejak awal 2011 di tambak-tambak rakyat sepanjang Pantura Jawa mulai dari Karawang, Garut sampai ke Patrol, Jawa Barat. Geliat budidaya udang juga sudah bisa dilihat mulai dari Kendal, Jepara. Jawa Tengah hingga perbatasan pintu gerbang Tuban, JawaTimur hingga Banyuwangi.

"Kita akan sama-sama melihat kebangkitan udang di tanah air. Seperti apa hasil panen ini, kita bisa merasakan dan bergantian mengangkat jaringnya agar ikut merasakan bagaimana nikmatnya panen," ujar Dirjen Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ketut Sugama saat panen udang Vaname di Karawang Jawa Barat kemarin.

Budidaya udang di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Jawa dan sejumlah daerah di Indonesia perlahan mulai bangkit lagi.

Diperkirakan produksi udang pada tahun ini mencapai 460.000 ton. Dari jumlah itu, untuk udang windu diperkirakan akan mencapai 130.000 ton, dan vaname ditargetkan sebanyak 350.000 ton. Budidaya udang bergairah kembali karena pasar untuk dalam dan luar negeri bagus. Masalah penyakit juga mulai berkurang. Tambak yang dulu mangkrak kini sudah mulai dimanfaatkan lagi.

Menurut Ketut, kunci sukses budidaya udang terletak pada manajemen tambak, seleksi atau perbaikan genetik dan kontrol penyakit. Pusat perbenihann udang juga dilakukan modernisasi dengan menerapkan sistem tambak terkontrol. "Sudah banyak benih udang yang bersertifikat dirilis ke masyarakat Benih yang berkualitas inilah yang harus terus dikembangkan untuk menunjang produksi," ujarnya, (nel)


Sumber : Indo Pos 04 April 2011,hal. 4