Mutiara Terpendam di Bibir Pasifik
“Mutiara Yang Terpendam di Bibir Pasifik” Kalimat di atas memang pantas disandang sebagai julukan bagi sebuah pulau terluar di Indonesia Bagian Timur yang bernama “Morotai”.. Mungkin secara umum kita bangsa Indonesia masih merasa asing dengan nama tersebut, padahal jauh sejak 66 tahun lalu tepatnya sejak Tahun 1944, Morotai telah mempunyai arti sangat penting dan strategis ketika Panglima Divisi VII Amerika Serikat (AS) Jenderal Douglas MacArthur dengan 63 batalion tentara sekutu mendarat di Tanjung Dehegila Morotai sebagai tempat konsolidasi ratusan ribu pasukannya dan menjadi basis pertahanan hingga mengantarkan tentara sekutu memetik kemenangan atas Jepang pada PD II.
Jejak dan Kisah heroik seorang jenderal bernama Douglas MacArthur tersebut masih membekas sebagai saksi bisu betapa pulau kecil di bibir Pasifik tersebut mempunyai arti penting di mata sang Jenderal. Jika MacArthur saja pada tahun 1944 telah memilih Morotai sebagai basis strategis tentara sekutu, tentu ada potensi luar biasa di daerah itu yang perlu digali dan dicari jawabannya. Lalu, apa yang perlu kita lakukan, sebagai anak Negeri..?? membiarkan Morotai hanya sekedar saksi sejarah dunia dan kita hanya bangga tanpa berbuat apa-apa,? Ataukah berupaya untuk menggali “mutiara “ yang terpendam selama berpuluh-puluh tahun tersebut ? jawabannya tentu tergantung seberapa besar rasa nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia.
Sejenak kita mencoba melirik Pulau Morotai dari sisi lain, dimana sejak Pulau Morotai ditetapkan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang No : 53 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, yang mengantarkan Kabupaten Pulau Morotai sebagai Kabupaten ke-9 di Provinsi Maluku Utara, ternyata bukan hanya aspek historis yang menjadikan nama Morotai melambung dan dikenal dunia, namun ada potensi di sektor lain yang begitu besar, tengok saja betapa besarnya potensi pengembangan di Sektor Kelautan dan Perikanan yang telah berpuluh tahun tidur terlelap tanpa ada yang berani membangunkan. Pembentukan Pulau Morotai sebagai sebuah Kabupaten menjadi momen bersejarah yang dilatar belakangi atas kesedaran kita sebagai bangsa Indonesia akan pentingnya kemadirian. Saat itulah mulai sadar bahwa pulau mungil nan eksotis ini ternyata mempunyai potensi dan nilai strategis nasional jika dimanfaatkan dan dikelola secara optimal dan berkelanjutan.
NILAI STRATEGIS KABUPATEN PULAU MOROTAI
Kabupaten Pulau Morotai mempunyai luas wilayah 4.301,53 km², dengan luas daratan seluas 2.330,60 km² dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 km². Jumlah pulau-pulau kecil terdapat di Kabupaten Pulau Morotai berjumlah 33 pulau dengan rincian pulau yang berpenghuni berjumlah 7 pulau dan yang tidak berpenghuni berjumlah 26 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 354,14 km². Adapun jumlah desa pesisir sebanyak 60 desa pesisir, dengan jumlah penduduk 56. 462 jiwa dimana 80% terdistribusi dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sedangkan 20% berada di perkotaan dan desa pedalaman.
Kita tahu bahwa selama hampir 50 tahun proses pembangunan yakni mulai periode orde lama (20 tahun) dan orde baru (32 tahun), pendekatan pembangunan ekonomi hanya terpusat pada pengembangan wilayah daratan, kondisi ini menyebabkan pengembangan wilayah perbatasan yang nota bene merupakan wilayah pulau-pulau kecil hampir terabaikan. Fenomena ini sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil terluar sebagai wilayah perbatasan. Mempertimbangkan hal tersebut, maka saat ini pemerintah mulai fokus dengan merubah paradigma konsep pembangunan yaitu melalui pendekatan kawasan khususnya pada pembangunan kawasan-kawasan strategis nacional yang secara umum berada pada kawasan kepulauan. Pengembangan ekonomi berbasis kawasan ini diharapkan akan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi baru dan mempunyai pengaruh langsung sebagai penghela bagi kawasan sekitarnya.
Dengan terbentuknya Kabupaten Pulau Morotai sebagai Daerah otonom, telah mendorong pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Morotai untuk dikembangkan menjadi kawasan pengembangan ekonomi nasional salah satunya melalui penetapan kebijakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pulau Morotai dengan mengacu pada pertimbangan faktor geostrategis yaitu melalui pemanfaatan potensi sektor Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, Alur Laut Kepulauan Indonesia (AKLI) dan Industri maritim.
Posisi geostrategic dan geografis Morotai sebagai pintu gerbang menuju Pasifik, yang potensial menjadi sentra kegiatan perdagangan global, membuat kawasan Kabupaten Pulau Morotai berpeluang besar menjadi sentra ekonomi baru di Indonesia bagian timur. Selain itu potensi besar yang dimiliki Kabupaten Pulau Morotai adalah pada sektor kelautan dan perikanan serta pulau-pulau kecil yang dapat dikembangkan sebagai kawasan parawisata kelautan dan industry perikanan terpadu (fisheries integrated industry)
Potensi Pengembangan Mariculture besar
Melihat besarnya potensi di Sektor Kelautan dan Perikanan Pulau Morotai, kalimat yang pantas untuk menggambarkan kondisi ini adalah bahwa pulau Morotai saat ini sebagai “Raksasa Tidur (The Sleeping Giant)” yang harus segera kita bangunkan. Ya,.. The Sleeping Giant julukan tersebut memang pantas disandang sebagai kiasan besarnya potensi sub sektor perikanan budidaya khususnya budidaya laut (mariculture) yang belum dimanfaatkan secara optimal. Betapa tidak, dari total potensi untuk pengembangan mariculture sebesar 6.639,7 ha tidak lebih dari 2 %-nya saja yang baru termanfaatkan dan itupun terkonsentrasi pada beberapa kawasan saja. Inilah yang menjadi peluang sekaligus tantangan ke-depan bagaiamana elemen bangsa ini berperan dalam memberikan kontribusi positif guna menggali dan memanfaatkan “Mutiara” yang terpendam di bibir Pasifik ini.
Karakteristik perairan pesisir dan laut pulau Morotai secara teknis sangat layak dan memungkinkan untuk pengembangan kegiatan budidaya laut , antara lain : Rumput laut, finfish (Ikan Kerapu, Kakap, Bawal Bintang dll), Crustacea (Lobster), kekerangan (tiram mutiara, kerang hijau). Wilayah yang potensial untuk kegiatan ini adalah daerah sekitar teluk di pulau-pulau kecil sekitar Pulau Morotai. Secara spasial kawasan potensial untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya laut terbagi 9 (sembilan) zona namun dengan pertimbangan beberapa aspek pendukung, maka kawasan yang paling potensial untuk pengembangan budidaya laut ada sebanyak 6 (enam) zona/kawasan yang berada kawasan selatan dan barat daya Pulau Morotai antara lain :
Zona budidaya I meliputi Pulau zum-zum, Pulau Lunglung, Pulau Ruberube, Pulau Rukiruki dan Pulau Bobongono
Zona budidaya II meliputi Pulau Kokoya, Pulau Kolorai, Pulau Dodola Kecil dan Pulau Dodola Besar
Zona budidaya III meliputi Pulau Pelo, Pulau Galogalo Besar, Pulau Galogalo Kecil, Pulau Loleba Besar, dan Pulau Loleba Kecil
Zona budidaya IV meliputi Pulau Ngelengele Besar, Pulau Ngelengele kecil, dan Pulau Tuna (pulau Burung)
Zona budidaya V meliputi Dowongikokotu di selatan hingga Pulau Kacuwawa di utara
Zona budidaya VI meliputi Pesisir Wayabula, sejak Tanjung Wayabula hingga Pulau Kacuwawa
Total potensi pengembangan budidaya laut pada ke-enam zona tersebut mencapai 6639,7 Ha (Sumber : Penyusunan Master Plan Kawasan Transmigrasi Mandiri Terpadu Pulau Morotai, tahun 2006).
Kondisi existing perkembangan mariculture
Pengembangan Budidaya rumput laut masih minim
Potensi budidaya rumput laut hampir tersebar diseluruh kawasan kepulauan Morotai, namun demikian aktivitas budidaya saat ini masih terbatas dan terkonsentrasi dibeberapa pulau saja. Salah satu kawasan pengembangan budidaya rumput laut terdapat di Pulau Koloray. Aktivitas budidaya yang dilakukan masyarakat pesisir Pulau Koloray terbilang sudah cukup lama dan menjadi salah satu kawasan yang menjadi awal pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Pulau Morotai. Namun demikian tingkat pemanfaatan lahan masih minim dibanding dengan potensi lahan yang ada.
Minimnya pemanfaatan lahan dan kapasitas produksi disesabkan oleh jumlah Sumber daya manusia yang minim, ini dapat dilihat dimana total penduduk yang ada di Pulau Koloray tidak lebih dari 100 KK. Wawancara penulis dengan para pembudidaya umumnya mereka masih minim dalam mendapatkan informasi teknologi budidaya sehingga pada saat terjadi permasalahan mereka masih sulit untuk melakukan pencegahan maupun penaggulangan.
Secara keseluruhan teknologi budidaya rumput laut yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode lepas dasar (off bottom method), dimana secara teknis metode ini hanya dapat dilakukan pada kondisi topografi perairan yang spesifik (dipengaruhi pasang surut). Padahal melihat potensi perairan yang ada, masih sangat potensial untuk dikembangkan melalui metode long line maupun rakit apung (raft floating method). Pada kesempatan tersebut kami mencoba memperkenalkan metode longline kepada masyarakat dan akan ditindaklanjuti oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Morotai melalui kegiatan percontohan budidaya rumput laut.
Kendala yang dihadapi pembudidaya secara teknis mereka mengeluhkan munculnya penyakit ice-ice karena disebabkan kondisi perairan yang fuktuatif akhir-akhir ini, selain itu tindakan pencegahan belum bisa dilakukan mengingat metode lepas dasar sulit untuk dilakukan pemindahan lokasi. Kendala lain adalah :1) minimnya permodalan sehingga belum mampu mengembangkan kapasitas usaha, 2) akses pasar, secara umum rantai pasok terkendala karena jarak lokasi budidaya sulit dijangkau, kondisi ini semakin memperpanjang rantai distribusi sehingga posisi tawar ditingkat pembudidaya jauh dibawah harga pasar rata-rata.
Budidaya Ikan Kerapu dan Tiram Mutiara
Kawasan pengembangan budidaya kerapu dan tiram mutiara berada di Pulau Ngele-ngele besar dan kecil sekitar 2 jam perjalanan menggunakan speed boat dari pelabuhan Daruba. Aktivitas budidaya dilakukan oleh salah satu investor yaitu PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang merupakan pioneer pengembagan budidaya ikan kerapu dan tiram mutiara di Kabupaten Pulau Morotai.
PT. Morotai Marine Culture merupakan investor yang masuk ke Pulau Morotai dan telah melakukan pengembangan budidaya laut untuk komoditas ikan kerapu dan tiram mutiara. Kegiatan budidaya kerapu dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembenihan dan pembesaran di KJA serta telah dilakukan ekspor langsung ke Hongkong dengan menggunakan kapal milik perusahan tersebut. Perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 500 orang tenaga kerja lokal ini sampai saat ini mampu memproduksi benih kerapu mencapai 20.000 – 30.000 ekor/bulan,dan telah memiliki induk produktif sebanyak 200 ekor. PT. MMC telah melakukan kegiatan ekspor perdana ikan kerapu sebanyak 2 kali (ekspor I sebanyak 12 ton, ekspor II sebanyak 10 ton). Disamping itu telah mulai dibudidayakan jenis kerapu hybrida yaitu kerapu cantrang (hasil kawin silang antara kerapu macan dengan kerapu kertang), teknologi ini merupakan hasil perekayasaan yang dilakukan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo.
Budidaya tiram mutiara telah mulai dilakukan, bisa dilihat dengan hamparan luas area budidaya yang hampir mengelilingi perairan pulau Ngele-ngele besar dan kecil. Walaupun usaha budidaya tiram mutiiara masih tergolong baru dilakukan, namun demikian melalui kegiatan riset dan uji coba secara terus menerus, sampai saat ini PT. MMC telah berhasil melakukan ekspor mutiara sebanyak 20 kg (20.000 gram). Saat ini masih terus berupaya untuk mengasilkan produk mutiara yang mampu bersaing di pasar ekspor. Sejauh ini tenaga ahli spesialis didatangkan langsung dari negara China.
Namun kami melihat bahwa kegiatan usaha budidaya kerapu di kawasan tersebut belum memasyarakat, minimnya informasi teknologi dan keterbatasan permodalan menjadi penyebab masyarakat belum ada yang terjun melakukan aktivitas budidaya, dimana secara umum masyarakat sekitar hanya sebatas sebagai tenaga harian di perusahaan. Dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat pesisir disekitar pulau, maka perlu adanya langkah kebijakan untuk membangun pola kemitraan segmentasi usaha budidaya kerapu antara PT. MMC dengan masyarakat sekitar sehingga ada hubungan timbal balik yang positif.
MEGAMINAPOLITAN SEBAGAI KEBIJAKAN STRATEGIS
Kebijakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang menetapkan Kabupaten Pulau Morotai sebagai Kawasan Megaminapolitan dimana merupakan bagian tindak lanjut implementasi dari pengembangan Pulau Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tidak semata-mata dilakukan tanpa pertimbangan. Aspek geostrategis dan geografis Kepulauan Morotai dengan potensi sumber daya sektor kelautan dan perikanan yang sangat besar, menuntut pemerintah untuk menyusun grand strategy dan Action Plan dalam upaya melakukan pemanfaatan potensi yang ada secara optimal, efektif dan berkelanjutan.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka konsep Megaminapolitan dinilai efektif sebagai konsep pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan yang berbasis pada pendekatan kawasan dan pemberdayaan masyarakat. Konsep ini merupakan bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan pada suatu kawasan tertentu, dengan memberdayakan subsistem-subsistem agrobisnis kelautan dan perikanan dari hulu sampai hilir serta jasa penunjang yang saling mendukung. Konsep inilah yang akan menjamin efesiensi dan efektifitas kegiatan usaha serta akan mampu meningkatkan daya saing produk kelautan dan perikanan. Melalui kebijakan ini diharapan nilai strategis Pulau Morotai yang telah digambarkan di atas akan mampu dimanfaatkan secara optimal sehingga akan mampu menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi lokal, regional dan nasional.
Beberapa arahan terkait Rencana Detail Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai, antara lain meliputi :
Kawasan Minapolitan Tilley (Minapolitan Integrated Zone) : sebagai pusat pengolahan hasil perikanan budidaya serta pemasaran hasil pengolahan. Pusat kegiatan berada di Kawasan Tiley, Kecamatan Morotai Selatan Barat, yang merupakan pusat Kawasan Minapolitan Kabupaten Pulau Morotai.
Pusat Budidaya Laut dan Taman Wisata Bahari (Marine Aquaculture and Tourism Park) : sebagai zona perikanan budidaya dan pariwisata. Pusat kegiatan diarahkan kepada pengembangan gugusan pulau-pulau yang berada di sebelah barat Pulau Morotai, sebelah timur Tanjung Lifao, sebelah timur Desa Buho-buho dan sebelah timur Desa Sakita dan Kenari.
Pusat Pengembangan Bioteknologi Kelautan (Marine Biotechnology Park) : Pusat kegiatan berada di Kawasan Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan Barat
Kawasan Minapolitan Pulau RAO (Rao Minapolitan Park) : sebagai pusat kegiatan produksi hasil kegiatan kelautan dan perikanan. Pusat kegiatan bereda di sebelah utara Pulau Rao yaitu kawasan Tanjung Papaya, Desa Loumadoro
Pusat Industri Pengolahan Perikanan (Fisheries Technopark Industries) : sebagai pusat pelabuhan dan pemasaran hasil laut baik skala nasional maupun internasional terutama untuk komoditas ikan Tuna. Pusat kegiatan di Desa Bere-bere, Desa Sakita dan Desa Kenari, Kecamatan Morotai Utara
Taman Wisata Laut (Marine Ecotourism Park) : sebagai kawasan taman wisata laut dengan jenis kegiatan wisata bahari seperti wisata pantai, menyelam dan snorkeling. Dipusatkan di Tanjung Dehegila, Kecamatan Morotai Selatan, termasuk kawasan di sekitar Pulau Mitita
Pusat Industri Energi Kelautan Terpadu (Marine and Energy Industry Integrated Zone) : sebagai pusat-pusat energi kelautan (pembangkit energi) yang dapat dikembangkan seperti energi panas laut (ocean thermal), energi pasang surut (tidal energy), energi gelombang (wind wave energy) dan energi arus laut (current energy). Pusat kegiatan berada di wilayah Desa Pangeo, Kecamatan Morotai Jaya yaitu di wilayah pesisir Tanjung Sopi
Sejauh ini upaya Pemda Kabupaten Pulau Morotai dalam mendukung implementasi pembangunan Pulau Morotai sebagai Kawasan Eknomi Khusus (KEK) seperti yang dikemukakan Bupati Pulau Morotai Sukemi Sahab , antara lain : Penyiapan infrastruktur jalan rings road yang direncanakan sepanjang 270 km; Revitalisasi bandara dan pembangunan kelembagaan; Pengembangan ekspor melalui promosi dan pengembangan wisata; Menyusun rencana aksi (action plan) melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); Menyusun Renstra Pengembangan Pulau Morotai sebagai KEK; serta menyusun Rencana Zonasi.
Investor Taiwan Mulai Melirik Morotai
Gayungpun bersambut. Upaya pemerintah untuk membangun Morotai sebagai kawasan ekonomi baru mulai mendapat perhatian cukup serius dari investor asing. Pemerintah Taiwan melalui Taipei Economic and Trade Office (TETO) perwakilan di Jakarta, mengemukakan ketertarikannya untuk melakukan investasi khususnya sektor Kelautan dan Perikanan. Sebagai tindak lanjut, maka telah mulai dilakukan rencana penjajagan kerjasama antara Pemerintah RI melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan TETO dalam rangka kerjasama pengembangan kawasan Kabupaten Pulau Morotai.
Tepatnya tanggal 8 – 11 Januari kedua belah pihak dalam hal ini Tim Taiwan yang dipimpin langsung Mr. Andrew L.Y. Hsia, Representative of TETO beserta Tim Teknis KKP yang melibatkan perwakilan dari masing-masing unit esselon I, melakukan kunjungan langsung ke Pulau Morotai sebagai tindak lanjut guna memastikan pilihan lokasi prioritas secara lebih rinci sebagai bahan penyusunan rencana investasi di Kabupaten Pulau Morotai. Hasilnya secara umum investor Taiwan sangat berminat untuk melakukan investasi, dengan pertimbangan dan persyaratan khusus yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Indonesia.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan terkait pengembangan budidaya laut antara lain : Pertama, Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai perlu memberikan insentif terkait kemudahan investasi di Kabupaten Pulau Morotai, sehingga calon investor merasa aman karena adanya komitmen baik dari Pemerintah Daerah. Kedua, Investasi Perikanan Budidaya dalam hal ini budidaya laut perlu di arahkan dengan tetap mempertimbangkan aspek pemberdayaan masyarakat. Ketiga, Perlu segera membangun infrastruktur utama dalam hal ini pembangunan jalan dan listrik termasuk mempermudah akses ke lokasi budidaya, hal ini perlu dalam rangka mempermudah trasportasi hasil budidaya dan akses pengiriman logistik. Keempat, Pengembangan budidaya laut merupakan kegiatan usaha yang mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja, maka dalam pengembangannya diperlukan adanya introduksi SDM khususnya di kawasan pulau-pulau, hal ini penting dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pemanfaatan potensi yang ada sehubungan jumlah SDM yang ada saat ini masih sangat minim. Upaya ini dapat disinkronkan dengan kebijakan Kementrian Transmigrasi yang telah menetapkan Kabupaten Pulau Morotai sebagai Kawasan Transmigrasi Mandiri Terpadu (KTMT)
Sinergitas sebagai kunci sukses
Tidak dipungkiri bahwa secara umum faktor utama tidak berjalannya sebuah konsep kebijakan adalah karena belum terbangun persamaan persepsi, komitmen, tanggungjawab dan kerjasama sinergis diantara stakeholder. Kata “sinergis” menjadi faktor penting karena Kebijakan pengembangan megaminapolitan tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi harus disepakati sebagai kebijakan yang harus didukung penuh oleh lembaga/kementerian lain yang terkait. Sikap “ego-sektoral” yang seringkali muncul sejak dini harus mulai dihapus dalam pola pikir elemen bangsa ini, demi kemajuan dan kemandirian ekonomi nasional.
Jika kata “Sinergitas” diimplementasikan secara nyata oleh seluruh stake holder, maka sangat optimis “Mutiara yang terpendam dibibir Pasifik” tersebut akan terkuak dan menjadi nilai yang sangat berharga bagi perkembangan dan pergerakan ekonomi lokal dan nasional. Sinergitas pulalah yang akan mampu membangun kepercayaan diri sebagai Negara Maritim yang mampu bersaing ditataran ekonomi gobal sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di Tahun 2015. Sukseskan rencana “Sail Morotai 2012”, jayalah bahariku,..!!!
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment