UCRIT/LARVA CYBISTER
Ucrit merupakan larva kumbang air. Di beberapa daerah, serangga ini populer disebut ucrit (Jawa Barat), di sebagian daerah lain dinamakan kelabang air karena bentuknya mirip kelabang. Di Sumatera Barat disebut sapik-sapik atau limpatiak. Sedangkan nama umumnya adalah water beetles larvae atau larva kumbang air (larva Cybister).
Berdasarkan klasifikasinya, ucrit merupakan jenis insekta dari ordo Coleoptera den famili Dytiscidae, dengan sistematika sebagai berikut:
Kindom: Animalia
Filum: Invertebrata
Kelas: Insecta
Ordo: Coleoptera
Famili: Dytiscidae
Spesies:Cybister sp.
Tidak ada laporan yang khusus menyebutkan bahwa kumbang air dewasa merupakan predator benih ikan. Yang menjadi predator adalah kumbang air ketika masih stadia larva. Larva kumbang air atau ucrit ini merupakan pemangsa serangga air terutama pemangsa benih ikan yang sangat ganas. Benih yang menjadi sasarannya adalah benih berukuran 1 - 3 cm. Cara memangsanya pertama-tama benih ikan ditangkap dengan jalan menjepit dengan taringnya. Kemudian benih ikan dilumpuhkan dengan menggunakan ujung ekor yang bercabang dua, sementara taringnya merobek-robek tubuh ikan. Selanjutnya benih ikan mas dimakan dengan cara digigit sedikit demi sedikit. Oleh karena sangat ganas, di luar negeri dijuluki sebagai predaceous water beetles (kumbang air sang perampok) atau malah ada yang menyebutnya water tiger (http://www. earthforce. org).
Ciri morfologis
1. Tubuhnya memanjang sepintas mirip lipan/kelabang (badan terdiri dari 9 ruas dan ekor 2 ruas).
2. Panjang tubuh kurang lebih 1,3 – 2, 5 cm (yang dewasa kadang bisa mencapai 3 cm).
3. Perbandingan panjang total badan dengan lebar total bagian perutnya sekitar 7 : 1.
4. Warna tubuh kuning kecokelatan dan ada juga yang kehijauan.
5. Memiliki 3 pasang kaki beruas-ruas.
6. Memiliki 1 pasang gigi taring yang sangat beracun tepat di bagian ujung kepala.
7. Memiliki 2 pasang antena di kepala.
8. Memiliki satu pasang mata tepat di kiri-kanan kepala.
Sifat biologis
1. Jika berenang di dalam air, bagian ujung ekornya sering muncul ke permukaan.
2. Berenang perlahan secara naik-turun dan akan menyelam ke dasar apabila ada hewan pengganggu.
3. Berenang lambat dengan kaki dan bagian ujung ekornya.
4. Mengisap cairan tubuh benih ikan dengan terlebih dahulu menggigit bagian perut.
5. Menempel pada dinding kolam atau kayu-kayu tegak sambil mengintai benih ikan yang mendekat.
6. Memiliki sifat kanibal: membunuh, berkelahi dan mengisap cairan tubuh sesamanya.
Jenis ucrit yang umum ditemukan di lapangan tidak sebanyak jenis kini-kini (larva capung). Ada yang tubuhnya lebih ramping dan ada juga yang lebih besar (gendut). Kemungkinan ini terkait dengan umur dan laju pertumbuhan badannya.
lingungan yang disukai
Ucrit lebih banyak ditemukan di kolam yang subur dan banyak mengandung bahan organik, misalnya kolam yang dipupuk dengan kotoran ayam kering. Sebaliknya, di kolam yang tidak subur dan berair jernih, populasi ucrit lebih sedikit. Ini terkait dengan ketersediaan makanan yang banyak terdapat di air yang kandungan bahan orga-niknya tinggi.
* Kebiasaan Pemangsaan
Ucrit memangsa larva ikan berukuran 1 – 3 cm, yakni benih ikan yang mulai ditebar hingga menjelang umur 30 hari. Benih ikan yang dimangsa ucrit tidak dimakan habis tetapi hanya disobek-sobek dan diisap darahnya. Namun karena jumlahnya banyak dan merupakan serangga air yang ganas maka tingkat pemangsaannya tinggi. Itu sebabnya ucrit tergolong predator benih yang harus diwaspadai karena menjadikan produksi benih merosot tajam.
Selain memangsa benih ikan, ucrit juga memangsa serangga air lainnya termasuk larva capung dan bahkan memburu sesamanya (kanibal). Pengamatan menunjukkan bahwa kanibalisme merupakan sifat alamiah ucrit. Ucrit berenang lambat dan tidak memburu atau mengejar mangsanya, namun benih yang masih lemah sulit menghindar dari sergapannya.
Pengamatan di unit pembenihan menunjukkan tingkat pemangsaan ucrit terhadap benih ikan berbeda-beda, tergantung jenis ikan yang dipelihara dan faktor lain seperti lingkungan kolam. Misalnya, larva gurami yang sangat lambat pertumbuhannya lebih mudah dimangsa. Benih yang dipelihara di kolam yang lebih luas akan lebih tinggi peluang terhindar dari pemangsaan ucrit dibanding yang dipelihara di kolam sempit. Ucrit ditemukan memangsa benih ketika benih hasil panen ditampung di bak atau baskom. Oleh karena itu, jika pada saat panen di antara populasi benih ditemukan ucrit, harus segera ditangkap atau dibuang untuk dimusnahkan.
Cara Pengendalian
Banyak yang mengatakan bahwa pemberantasan ucrit sulit dilakukan. Namun demikian bukan berarti tidak ada teknik pengendaliannya.
Pertama, hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam. Sudah terbukti bahwa kolam-kolam yang mengandung bahan organik banyak ditemukan ucrit.
Pencegahan dapat dilakukan dengan jalan memasang saringan pada pintu air masuk kolam. Tujuannya agar ucrit dan induk kumbang air tidak ikut masuk ke kolam aliran air. Selain itu, usahakan penebaran ikan di kolam tidak terlalu banyak dan disesuaikan dengan yang disarankan.
Meskipun sulit dan merepotkan, upaya penangkapan ucrit secara mekanis sebaiknya dilakukan. Penangkapan dalam jumlah besar dapat dilakukan menggunakan alat tangkap berupa seser. Selain itu, menangkap menggunakan seser cukup efektif karena jika ditangkap dengan tangan, ucrit mudah meloloskan diri. Gunakan baskom penampung untuk mengumpulkannya. Perlu diingat bahwa ucrit dapat menggigit tangan kita dan bila itu terjadi, gigitannya akan terasa sangat sakit. Ucrit yang berhasil ditangkap langsung dibunuh atau dibuang ke tempat lain.
Beberapa langkah berikut juga dapat dilakukan sebagai upaya menyelamatkan benih dari serangan ucrit:
Memperhatikan ukuran dan usia benih
Pada dasarnya semakin besar ukuran benih ikan, semakin besar peluangnya terhindar dari gangguan ucrit. Namun terkadang keterbatasan tempat pemeliharaan atau minimnya biaya produksi yang dimiliki memaksa pembenih ikan untuk segera menebar larva ikan ke kolam lebih cepat dari yang seharusnya. Padahal semakin kecil ukuran benih, semakin lemah kondisinya serta semakin mudah dimangsa predator.
Menunda penebaran benih ke kolam cukup ampuh menghindari serangan ucrit. Menunda penebaran benih ke kolam berarti memperpanjang masa pemeliharaan benih di bak penelasan/bak pembenihan. Pemeliharaan di bak penetasan pembenihan yang umumnya dilakukan di ruangan tertutup/terkontrol seperti pada bak beton/permanen, bak fiberglass atau akuarium menjadikan benih lebih aman dari ancaman predator. Di ruangan terkontrol pengawasan lebih mudah dilakukan apalagi bila ukuran bak pemeliharaannya lebih kecil sehingga mudah ditangani.
sebagai bukti, pembenih lele dumbo yang biasanya menggunakan bak beton sebagai wadah pemeliharaan larva umumnya tidak mengeluhkan adanya gangguan ucrit.
Perpanjangan waktu perawatan di ruang khusus/tertutup hingga beberapa hari lebih lama dari biasanya memungkinkan ikan tumbuh lebih cepat. Apalagi bila selama dipelihara tersebut benih diberi pakan berkualitas seperti pakan alami berupa kutu air, cacing sutera, dan artemia. Biasanya bak khusus juga dilengkapi alat-alat seperti blower, aerator, thermometer dan heater, sehingga kondisi lingkungan pemeliharaan larva lebih terkontrol (stabil).
Mengurangi pupuk kotoran ayam
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa penyebab utama berkembangnya ucrit di kolam adalah pemupukan dengan pupuk kandang, khususnya kotoran ayam kering, Sebagian besar pembenih ikan lebih senang menggunakan pupuk kandang dari kotoran ayam ini, dibandingkan kotoran sapi, kambing atau burung puyuh. Hal ini disebabkan karena pupuk kotoran ayam lebih mudah didapat dalam jumlah besar. "tujuan pemupukan dengan kotoran ternak ini adalah untuk menumbuhkan pakan alami bagi larva ikan.
Persoalan muncul jika dosis pupuk kandang yang diberikan melebihi dari yang seharusnya sehingga air kolam menjadi sangat subur.
Penumpukan pupuk organik akibat cara pemupukan dengan membenamkan karung berisi pupuk kandang di salah satu bagian kolam (bukan disebar merata) mendorong perkembangan ucrit. Untuk itu, perlu dilakukan pengurangan konsentrasi pupuk kandang. Caranya dengan penggantian air atau memasukan air baru dalam jumlah banyak.
Selain itu, pemupukan dengan pupuk organik (kotoran ayam, dll) harus dengan dosis yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan disebar secara merata sehingga tidak terjadi penumpukkan di salah satu bagian kolam. Cara lain yang saat ini berkembang adalah penggunaan pupuk organik cair yang aplikasinya lebih mudah dan praktis.
Penyemprotan dengan minyak tanah
Penyemprotan dengan bahan kimia merupakan solusi akhir untuk memberantas gangguan ucrit. Langkah ini diambil jika populasi ucrit sulit dikendalikan dengan cara mekanis. Bahan kimia yang digunakan untuk memberantas ucrit adalah minyak tanah. penggunaan minyak tanah didasarkan pada sifat minyak tanah yang mengapung di permukaan air.
Banyak pembenih ikan yang menggunakan minyak tanah dengan cara menyiramkannya ke permukaan air dan hasilnya dapat mematikan ucrit. Para ahli budidaya ikan pun merekomendasikan hal ini. Minyak tanah menutupi permukaan air, sehingga ucrit tidak dapat mengambil oksigen dari udara bebas dan tidak berapa lama kemudian akan mati.
Tertutupnya permukaan air oleh minyak tanah sejauh ini tidak membahayakan bagi benih ikan. Apalagi benih ikan umumnya berada di dalam air, bukan di permukaan, kecuali ikan lele yang sering muncul ke permukaan. penggunaan minyak tanah pada pemeliharaan lele sebaiknya dihindari.
Belum ada acuan baku mengenai dosis penggunaan minyak tanah. Usahakan tidak terlalu banyak namun seluruh permukaan kolam dapat tertutup lapisan tipis minyak tanah. Pemberian minyak tanah bisa dengan cara dituang di pintu masuk agar menyebar bersama aliran air dan kemudian aliran air ditutup, atau bisa juga menggunakan handsprayer jika air kolam memang sama sekali tidak mengalir. Jika seluruh ucrit sudah mati, masukan aliran air batu dan pintu keluar dibuka . Dengan demikian ucrit yang mati akan hanyut bersama aliran air dan lapisan minyak tanah juga akan hilang dari permukaan kolam sehingga air kolam menjadi bersih kembali.
sumber Khairul Amri dan Toguan Sihombing, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment