Benih Sidat Tatelu

Benih Sidat Tatelu

Ikan sidat telah mulai dibudidayakan di negara-negara maju seiring dengan peningkatan permintaannya dari waktu ke waktu. Sebut saja Jepang dan Eropa yang mulai merintis usaha tersebut. Bahkan di China, budidaya ikan bernama latin Angguila sp.ini telah berlangsung lebih dari dua dasawarsa terakhir. Kendati demikian, upaya itu belum bisa memenuhi semua permintaan sidat.

Peluang inilah yang kini tengah diupayakan Indonesia, menjadi pemasok sidat di dunia. Ini bukan tanpa dasar karena potensi pengembangan budidaya sidat di tanah air sangat besar. Bayangkan saja, selain didukung dengan potensi lahan juga terdapat dua spesies sidat dengan ketersediaan benih alam yang melimpah. Kedua spesies tersebut adalah Agguilla bicolor dan Angguilla marmorata. Jenis pertama mempunyai karakteristik pertumbuhan lebih cepat dan berwarna putih kehitaman. Sedangkan Angguilla marmorata pertumbuhannya lambat tetapi berukuran besar dan disukai konsumen di China.


Namun, pengembangan sidat di bumi pertiwi terkendala penyediaan benih (fingerling) yang sudah siap tebar dalam jumlah besar. Sebab usaha tersebut memerlukan penanganan mulai dari adaptasi terhadap air tawar, pakan buatan dan pertumbuhan untuk mencapai stadia sidat muda atau fingerling. Kendala lain adalah prasarana budidaya, yaitu penyediaan sarana kolam yang harus menggunakan konstruksi permanen untuk mencegah sidat lolos dari kolam. Disamping itu juga membutuhkan sarana air mengalir dan aerator untuk menjaga agar kandungan oksigen bisa memenuhi syarat hidup dan pertumbuhan sidat.

Faktanya, sampai saat ini produksi benih sidat secara artifisial belum bisa dilakukan karena proses reproduksi ikan ini tergolong rumit dan unik. Ikan sidat yang berukuran besar di air tawar tidak bisa mengalami proses pematangan gonad atau produksi telur bila tidak bermigrasi ke laut. Secara alamiah, pemijahan sidat berlangsung di perairan laut dalam yang masih misterius hingga saatP ini. Sementara benih-benih (stadium glass eel) bermigrasi ke perairan tawar melalui muara-muara sungai pada saat bulan gelap.

Beberapa wilayah menunjukkan adanya migrasi benih tersebut. Misalnya Sulawesi Utara. Yaitu di Amorang Kab. Minahasa Selatan, Poigar di Kab. Bolmong dan Inobonto di Kab. Bolmong. Keberadaan benih-benih itu bisa dimanfaatkan sebagai sumber benih alam.

Untuk benih alam yang berukuran sangat kecil umumnya baru mencapai stadium glass eel maupun elver. Tahapan ini membutuhkan perkembangan lebih lanjut untuk mencapai stadium sidat muda. Sedangkan benih yang besar di perairan alami tidak banyak yang bisa hidup (survive) akibat ancaman pemangsa, perubahan kondisi perairan yang kian tercemar dan banyaknya kegiatan konstruksi di perairan yang mengurangi peluang keberlangsungan hidup benih.

Karena itu upaya yang dibutuhkan untuk menyelamatkan benih-benih tersebut adalah melakukan perawatan (nursery) secara khusus sehingga keberlangsungan hidupnya menjadi besar. Caranya antara lain melalui upaya penangkapan benih pada bulan gelap di muara sungai. Hal itu memungkinkan penyediaan benih dalam jumlah besar meski masih memerlukan upaya penanganan hingga mencapai stadium dan ukuran yang siap dibesarkan di kolam budidaya secara efisien. Sebagai kunci keberhasilan awal pengembangan budidaya sidat adalah kemampuan menyediakan benih siap tebar. Untuk itu harus bisa menjamin tingkat keberlangsungan hidup yang tinggi dari hasil pengumpulan benih alam yang berukuran sangat kecil.

Tahapan-tahapannya sebagai berikut. Pertama adaptasi untuk mendapatkan glass eel yang bisa hidup di air tawar dan responsif terhadap pakan formula. Kemudian penyesuaian air media dengan penurunan kualitas secara bertahap dan adaptasi pakan hidup (cacing diubah menjadi pakan buatan). Ke dua, penumbuhan elver agar menjadi sidat muda elver yang adaptif. Untuk itu dibutuhkan 3 hal yaitu manajemen kualitas air yang memungkinkan kondisi air cepat bersih dan kaya oksigen, memacu asupan pakan melalui penyediaan pakan dengan aktabilitas tinggi dan gizi berimbang serta ke tiga dengan grading ukuran (sortasi) antara individu yang berukuran besar dan kecil. Benih yang siap tebar di kolam harus memenuhi syarat. Yakni ukuran mencapai lebih dari 5 gr/ekor) serta memiliki rasio lebar badan dan berat panjang tidak kurang dari 1,4 cm x 9 gr x 17 cm. (Rd)

sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

No comments:

Post a Comment